Oleh: Wahyudi
Indonesia hingga saat ini masih dalam kondisi darurat narkotika dan obat-obatan terlarang. Pengungkapan jaringan pengedar narkoba dan penyitaan barang bukti dalam jumlah besar sesungguhnya membuat kita terbelalak bahwa “ancaman narkoba” amat begitu dekat dengan lingkungan kita.
Ramainya berita terbaru tentang peristiwa “pengeroyokan brutal” yang menimpa petugas kepolisian yang sedang melakukan penggerebekan sebuah perkampungan di Jakarta yang diduga menjadi basis peredaran bisnis narkoba sesungguhnya menjadi tanda bahwa bandar narkoba ini tidak main-main dengan usaha bisnisnya.
Sepajanjang pemberitaan terkait aksi penggerebekan sarang bisnis narkoba yang dilakukan petugas kepolisian, setidaknya dalam berbagai pemberitaan bahwa dalam Januari ini polisi sudah menggeledah tiga lokasi rawan transaksi bisnis narkoba, yakni Jalan Slamet Riyadi, Matraman, Jakarta Timur; Jalan Bugis, Tanjung Priok, Jakarta Utara; dan Kampung Permata RW 07, Kedaung Kaliangke, Cengkareng, Jakarta Barat.
Penggerebekan di Jalan Slamet Riyadi, Matraman inilah yang menyebabkan anggota Polsek Senen Bripka Taufik Hidayat dan informan Jefri alias Cibe tewas tenggelam di Kali Ciliwung saat menyelamatkan diri dari pengeroyokan. Dalam kejadian ini yang perlu dicatat oleh kita adalah bahwa dalam pengamanan bisnisnya terbukti kekuatan personel bisnis narkoba cukup kuat untuk mengamankan dan mengusir siapapun yang dianggap mengganggu, sekalipun dengan cara lebih brutal dan dengan sikap perlawanan secara terang-terangan.
Keberanian bandar narkoba melakukan perlawanan juga menunjukkan bahwa kelompoknya sudah kuat. Jaringannya sudah luas, bahkan sudah memiliki senjata api dan “pasukan”. Ini benar-benar tantangan berat bagi aparat penegak hukum dalam melakukan penumpasan dan menangkap para bandar narkoba. Perlawana ini juga menujukkan peredaran narkoba sudah sampai pada titik kritis.
Kejadian ini juga menyadarkan kita akan pembenaran bahwa masyarakat saat ini amat dekat dikelilingi mafia narkoba yang gencar dengan aktivitas peredaran bisnis narkobanya. Tentu para mavia ini sangat paham usaha bisnisnya memiliki sasaran pasar potensial dan menguntungkan.
Hal ini tentu berlaku hukum pasar “permintaan dan penawaran”. Tidak ada penawaran terjadi jika potensi permintaan meningkat. Disinilah kita sebagai masyarakat harus menyadari bahwa transaksi bisnis narkoba sudah menjadi bagian dekat dan berpotensi besar dilingkungan kita sendiri. Para mavia ini tidak peduli dampak penggunaan narkoba, operasi bisnis mereka menyasar siapa pun dan dimanapun.
Dan, terbukti, kalangan muda, dewasa, bahkan hingga pejabat pun terbujuk dan menjadi konsumennya. Inilah yang patut kita cermati bahwa dampak negatif dari penyalahgunaan narkoba sangat merugikan masa depan kehidupan bangsa. Jika demikian, tentu mavia narkoba harus kita jadikan “musuh bersama”.
Adalah menjadi tanggungjawab kita semua untuk memerangi musuh masa depan bangsa ini. Diperlukan sinergitas antara masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi serangan narkoba ini. Dan pemerintah sebagai penjamin kehidupan masyarakat beserta lembaga negara yang lain juga wajib bertanggung jawab memastikan personil jajarannya bersih dan tidak menggunakan jabatannya justru untuk melindungi praktik peredaran barang haram itu.
Disinilah diperlukan tanggungjawab semua pihak. Jika kita lihat lebih mendalam, penyalahgunaan narkoba tidak terjadi saat ini saja, jauh sebelumnya narkoba sudah terlebih dahulu mewabah di masyarakat kita.Tidak hanya dikalangan masyarakat umum, tetapi juga di segmen masyarakat pelajar peredaran Narkoba tidak kalah maraknya. Kenyataan miris ini tentu menghentakkan kita semua, khususnya dunia pendidikan kita.
Dunia pendidikan yang seharusnya menjadi “ekuibator”bagi terbentuknya sumber daya manusia yang berkualitas dengan seperangkat aspek intelektualitas, moralitas dan spiritualitas, justru telah tercemari oleh perilaku sejumlah oknum yang tidak bertanggungjawab.
Maraknya peredaran narkotika di Indonesia telah mengancam masa depan generasi penerus bangsa. Sudah sepatutnya pula bandar narkoba ditindak tegas. Ironinya, Sumatera Utara menduduki ranking ketiga seluruh Indonesia atas luasnya peredaran narkoba.
Patut diwaspadai karena saat ini bandar dan mafia narkoba sedang membentuk pangsa pasar baru. Ada operasi regenerasi pangsa pasar yang dibiayai mafia narkotika dengan sasarannya anak-anak mulai tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Dari pola dan skenario yang dilakukan para mafia narkotika ini, jelas telah melakukan perencanaan secara masif dan terstruktur untuk “membunuh” generasi muda melalui narkoba. Ini lebih berbahaya dan dahsyat dibanding dengan bom yang dilakukan teroris.
Kalau teroris korbanya langsung mati, sedang narkoba membuat korbannya mati secara pelan-pelan dan tersiksa. Negara juga dirugikan karena generasinya rusak secara mental hingga sendi-sendi kehidupan juga ikut rusak. Kalau anak-anak sekolah dasar hingga perguruan tinggi sebagai sasaran utama, maka situsai ini benar-benar darurat narkoba. Perlu langkah-langkah strategis untuk menghempangnya (analisa, 21/1/16).
Selain itu, sudah saatnya perdedaran narkoba di Indonesia harus diberantas melalui penegakan hukumnya yang tegas, jika dilakukan berkesinabungan dari para aparat penegak hukum dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat Indonesia dapat mengetahui secara mendalam terhadap bahaya narkobat dan sangsi hukuman seperti yang tedapat dalam Undang Undang N. 35 Tahun 2009 tentang Narkoba.
*) Penulis adalah Pengurus Yayasan Wakaf Manba’ul ‘Ulum Cirebon. Pendiri dan Direktur I PT. Wanakaya Fortune Indo, Pengurus Koperasi Syariah BMT Manba’ul ‘Ulum. PB HMI (MPO)