Citrust.id – Drama politik di Majalengka seakan berakhir setelah dua tokoh dalam satu kubu yang selama ini berseteru, Karna Sobahi dan Sutrisno kembali bersatu. Rembukan kedua tokoh diinisiasi politisi PDI Perjuangan, Maruarar Sirait, saat Safari Ramadan di Majalengka.
Bukan rahasia umum, jika mantan bupati dua periode yang juga mantan Ketua DPC PDIP Majalengka, Sutrisno, memiliki hubungan kurang harmonis dengan Bupati Majalengka saat ini, Karna Sobahi. Pemicunya suhu politik saat Pilkada dan Pilgub 2018.
Namun, berkat lobi dari hati ke hati Bang Ara, sapaan Maruarar Sirait, keduanya kembali akur dan sama-sama menyadari harus bahu membahu membangun Majalengka.
“Setiap manusia kan punya salah, dan dalam politik hal yang wajar jika ada perbedaan pandangan walaupun dalam satu parpol. namun kita harus meredam ego karena apa yang kita perjuangkan adalah pengabdian kepada masyarakat,” ujar Sutrisno yang terpilih menjadi anggota DPR RI dalam Pemilu 2019 April lalu.
Selain itu Bang Ara yang 15 tahun menjadi penyambung lidah dan penyampai aspirasi masyarakat Majalengka di Senayan mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Majalengka atas kepercayaan yang diberikan kepadanya.
“Kita silaturahmi, sudah 15 tahun saya berada di Senayan karena atas kerja keras semua kader PDI di Majalengka, berbagai elemen masyarakat, media,” ungkapnya.
Dikatakan dia, meninggalkan Majalengka Bang Ara ingin meninggalkan kenangan yang baik dan silaturahmi yang tetap terjaga. Dia berharap kepada Bupati dan Wakil Bupati Majalengka untuk menyelaraskan pembangunan dengan program Jokowi-Ma’ruf Amin yang terpilih kembali menjadi presiden.
Hal itu dinilai Ara Sirait sangat penting untuk membangun sumber daya manusia yang andal, memiliki daya saing tinggi dan memiliki sikap ketimuran.
“Datang dengan baik-baik meninggalkan juga dan selalu ingin bersilaturahmi dengan masyarakat di dapil saya,” ungkapnya
Kesan-kesan selama mengabdi untuk masyarakat Majalengka, Bang Ara mengaku menemukan pancasila dalam kerukunan umat beragama yang santun dan menyaksikan sendiri selama 15 tahun toleransi yang tinggi di Majalengka.
“Saya menemukan nilai pancasila dari Majalengka dan belajar dari filosofis lauk na beunang cai na herang,” tukas dia.(Abduh)
Komentar