Citrust.id – Pemerintah Kota Cirebon bersama Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Cirebon menandatangani nota kesepakatan disertai penyerahan surat pencatatan ciptaan serta fasilitasi pendaftaran merek bagi sepuluh pelaku UMKM oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Selasa (21/10/2025).
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Razilu, menilai Rutan Cirebon berhasil menerjemahkan semangat Asta Cita Presiden, terutama dalam memperkuat ketahanan pangan dan kemandirian ekonomi warga binaan.
“Merek ‘Beruci’, akronim dari Benteng Rutan Cirebon, akan menjadi identitas bagi produk pertanian, perikanan, dan kerajinan tangan karya warga binaan. Saat masyarakat membeli produk dengan merek ini, mereka tahu itu karya anak bangsa dari Rutan Cirebon,” ujar Razilu.
Ia menambahkan, perlindungan hukum atas karya warga binaan penting untuk memberikan nilai tambah ekonomi sekaligus pengakuan resmi terhadap kreativitas mereka.
“Edukasi dan sosialisasi kekayaan intelektual di Rutan sangat penting. Warga binaan tidak hanya bebas secara hukum, tapi juga memiliki aset bernilai ekonomi yang dapat dilanjutkan setelah kembali ke masyarakat,” katanya.
Dalam kesempatan itu, turut diluncurkan Sentra KI-REBON (Sentra Kekayaan Intelektual – Ruang Edukasi, Pembinaan, dan Orisinalitas Narapidana), yang menjadi tonggak baru pembinaan berbasis hak kekayaan intelektual di Rutan Cirebon. Sentra ini berfungsi sebagai ruang belajar, berkreasi, serta memberikan pelindungan hukum bagi karya warga binaan.
“Sentra KI-REBON bisa menjadi inspirasi bagi Lapas dan Rutan lain di Indonesia,” ucap Razilu.
Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, menyatakan dukungan penuh Pemkot terhadap pengembangan potensi warga binaan.
“Alhamdulillah, hari ini kita berkolaborasi dengan Rutan dan mendukung pendaftaran merek sepuluh UMKM secara gratis, termasuk merek ‘Beruci’. Sinergi ini membuka peluang bagi warga binaan agar setelah bebas dapat mandiri secara ekonomi,” kata Effendi Edo.
Ia menuturkan, sejumlah fasilitas seperti green house, dapur sehat, dan tempat pembibitan ikan kini menjadi bagian dari program pembinaan produktif.
“Di balik tembok Rutan, warga binaan tetap bisa menumbuhkan kemandirian dan kreativitas. Produk mereka akan kami bantu pasarkan melalui mall UMKM dan etalase lokal,” tambahnya.
Program pengembangan usaha berbasis kekayaan intelektual ini dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama mencakup pendampingan dan pelindungan karya melalui sosialisasi, pelatihan, dan lokakarya. Produk yang dinilai layak akan difasilitasi pencatatan merek dan hak cipta dengan dukungan anggaran daerah.
Tahap kedua berfokus pada pengembangan produk dan pemasaran, termasuk riset pasar, desain kemasan, dan peningkatan kualitas produk agar sesuai kebutuhan konsumen. Pemkot juga mendorong aparatur sipil negara membeli produk warga binaan untuk memperkuat keberlanjutan usaha.
Tahap ketiga menitikberatkan pada pendampingan pasca-bebas. Balai Pemasyarakatan akan membantu membentuk kelompok usaha atau mendaftarkan usaha warga binaan sebagai UMKM dengan merek dan hak cipta yang telah dimiliki.
“Pembinaan bukan hanya tentang kedisiplinan, tetapi juga tentang membuka harapan dan peluang. Kami ingin warga binaan kembali ke masyarakat dengan bekal ekonomi dan keterampilan nyata,” ujar Wali Kota.
Ia menegaskan bahwa sinergi antara Pemkot, instansi vertikal, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan program ini.
“Hari ini kita menanam benih kepercayaan bahwa setiap orang, apa pun latar belakangnya, memiliki kesempatan untuk tumbuh dan memberi manfaat,” tuturnya.
Effendi Edo menutup dengan harapan agar Cirebon menjadi contoh pembinaan kreatif berbasis kekayaan intelektual.
“Menjadikan karya sebagai jalan menuju kemandirian, produktivitas, dan kemuliaan hidup,” katanya.