Quo Vadis Kota Cirebon?

  • Bagikan

Selayang Pandang

Lagu bukanlah sekedar lagu, banyak makna postif yang bisa dipetik dari sebuah lagu. Lirik tersebut tidak betmaksud mengkultuskan si penyanyinya, melainkan mengingatkan kepada kita akan pentingnya keberanian untuk mendobrak penyelewengan atas nama kekuasaan.  Seperti permasalah yang sedang buming di Kota Cirebon, yang satu ngomong A, yang satu ngomong B, begitu dan selalu begitu. Entah mana yang benar, hati merekalah yang dapat menjawabnya.

Kepedulian bukan hanya sekedar retorika atau argumentasi motif politik. Rasa yang sebenarnya  dimiliki setiap  insan ini seakan – akan hilang ditelan bumi, dikubur jauh kedalam tanah. Sulit, seakan sangat sulit sekali untuk membangkitlkannya kembali kepermukaan.  Hei, dobraklah beton yang ada didalam jiwa dan pikiranmu itu. Upayamu sebatas mengamankan posisi tanpa berusaha mengamankan kesejahteraan rakyatmu. Ia kamu, yang dipilih oleh rakyat, dan kamu yang bertugas mengayomi, meningkatkan dan memperjuangkan kesejahteraan rakyat.

 Siapa mereka itu? Mereka yang dengan bahasa kerennya sering disebut dengan tryas politika (Eksekutif, Legislatif, dan yudikatif) Kota Cirebon. Hal ini tidak lepas dari Indikasi penyalahgunaan wewenang oleh Pemkot (Eksekutif) dengan melakukan pengadaan Mobil Dinas   yang katanya melalui kesepakatan DPRD Kota (Legislatif) kepada unsur Muspida; Kapolres, PN – Kejari (Yudikatif), dandim. Pemkot yang nyeleneh, DPRD yang sembrono, dan unsur muspida yang diam ditempat. Pasangan yang serasi.

Pengadaan Mobdin untuk unsur muspida disetiap daerah selalu terlihat eksotis, menjadi santapan bahan berita di setiap media. Alasan dan jenis mobilnya pun hampir rata – rata sama; “ mobilnya sudah uzur” dan “Menjalin kemitraan”, dengan argumentasi klisik; “untuk melancarkan kinerja atau koordinasi dengan muspida”. Masalahnya, bahkan menjadi bahan perbincangan yakni  terkait landasan hukum yang belum jelas asal usulnya. Pasalnya belum ada aturan atau perundangan – undangan sekalipun yang mengatur dengan jelas hubungan antara pemda yang otonom dengan muspida yang vertikal.

BACA JUGA:  Pertanian yang Mengandalkan Ilmu Autodidak

Membenarkan Kebiasakan

Pemkot terkesan mengikuti jejak langkah yang belum jelas menggunakan apa dia melangkah, hanya berdasarkan kebiasaan, yang sudah – sudah menjadi permasalahan ko malah ditiru. Kalo mau menggunakan kebiasaan, bukan disitu tempatnya, tapi dikraton. Hukum yang digunakannyapun bukan UU atau peraturan yang lain, tapi menggunakan Hukum adat. Ingat, kalian bukan Raja, janganlah menggunakan cara – cara neo-feodalisme. Rakyat membayar pajak bukan upeti, uang 1,6 M milik rakyat rela dikorbankan untuk suatu kebijakan yang sama sekali tidak masuk akal, pantas saja kalo ini dikait – kaitkan dengan indikasi penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi, penulis sepakat karna korupsi adalah kejahatan yang paling keji. Lebih penting mana dengan pelayanan publik; infrastruktur, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan?

Parahnya, orang – orang yang mengaku dirinya sebagai ‘mandataris rakyat’ malah membiarkan begitu saja. Fugsi controling selaku anggota legislatif tidak dijalankan, mandeg kaya kendaraan kurang pelumas, apa harus dengan ‘pelicin’. Ditambah lagi yudikatifnya sendiri mendapat ‘jatah’, pantas saja hanya berdiam diri tanpa sikap yang tegas, tidak sekeras ketika mereka menghantam demonstran dijalan, dan tidak setegas ketika mereka menjerat orang yang mencuri sandal jepit. Sekedar duduk manis, menonton dilayar kaca, membaca koran.  Ada apa denganmu?

Mereka yang menggelar karpet merah dan  sering berkoar di media , yang notabenya mantan anggota dewan, banggar dan yang terpilih kembali (Incumbent) sama saja. Seharusnya mereka berani mempertanggung jawabkan ‘kicauannya’ dengan membuktikan dan menjelaskan kepada publik tentang pengadaan mobdin yang tidak ada dalam APBD/APBD-P yang mengarah kepada indikasi penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi. Janganlah hanya memainkan isu publik demi kepentingan golongan. Bukan hanya perkara eksistensi, tapi ada yang lebih penting dari itu; tanggung jawab.

 Tanggung Jawab

Janganlah menganggap hal ini remeh, permasalahan yang besar timbul oleh permasalahan kecil yang dibiarkan. Bergeraklah, laksanakan sumpah serapahmu dimana itu yang kau ucapkan pertama kali. Permasalahan indikasi penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi bukanlah permasalah sembarang, harus dengan sigap menyikapi, karna ini masuk dalam kategori tindak pidana korupsi. Seperti yang pernah dikatakan sejarawan dan politisi asal Inggris Lord Acton ” kekuasaan cenderung korup, kekuasaan ‘mutlak’ cenderung korup secara ‘mutlak’ pula”. Kita semua tentu sepakat bahwa korupsi merupakan kejahatan ordinary crime (kejahatan luar biasa). Satu Kata: LAWAN!

BACA JUGA:  Komisi II Soroti Program Rutilahu 2023 di DPRKP

Bukalah mata dan telingamu lebar – lebar, gerakan tanganmu, langkahkan kakimu.  Rakyat membutuhkan kepedulian darimu, kepedulain akan uang yang dititipkan kepadamu. Perkataan itulah yang sering diolontarkan rakyatmu. Gunakanlah kebijakan dengan skala prioritas , janganlah kau selewengkan mandat yang telah diberikan rakyat selaku ketua. Ingatlah, kau itu wakil dan rakyat itu  ketuamu. Tindak lanjuti dan usut mereka yang telah menyalah gunakan wewenangnya, hukum lah mereka. Negara ini dibentuk berdasarkan hukum dan aturan, hukum tidak melulu tajam kebawah dan tumpul keatas, patahkanlah stigma seperti itu.

Penulis yakin rakyat pasti sakit hati bahkan patah hati melihat wakilnya (trias politika) yang malah diindikasikan bersekongkol untuk memeras keringat rakyat. Sakitnya itu disini, mungkin itu yang terucap oleh rakyatmu. Bersikaplah bagai pohon oak yang berani menantang angin, berbuatlah seperti ikan salmon yang berani melawan arus. Indikasi penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi tidak boleh didiamkan membusuk, perlu perlawanan. Lawanlah mereka yang menggunakan uang rakyat dengan semena – mena, dan  tidak bertanggung jawab. Bukannya salah satu kriteria wakil rakyat yang baik itu adalah mereka yang berani bertanggung jawab ? Lantas sekarang apa yang bisa diharapkan lagi, ketika wakil rakyatnya sendiri tidak berpihak kepada rakyatnya? Lalu mau dibawa kemana (Quo Vadis) Kota Cirebon ini?Lekas bangunlah dari tidur panjangmu.

*Ditulis oleh Epri Fahmi Aziz

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *