Oleh Dadang Kusnandar
Mengapa kesan terdalam tentang beliau seputar upacara bendera? Bagi saya hal ini berkaitan dengan mata pelajaran yang disampaikannya di ruang kelas. PMP yang sebelumnya bernama Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) memuat berbagai rangkaian peristiwa sejarah Indonesia pra kemerdekaan, lalu ditarik hubungannya dengan sikap berwarganegara. Pelajaran itu juga menyajikan masalah wawasan Nusantara, hubungan geografis Indonesia dengan kultur lokal, hingga pada akhirnya muncul sikap kebangsaan yang mendahulukan kepentingan nasional daripada kepentingan pribadi.
Pelajaran yang dihantarkan Pak Maskun juga berangkat dari pentingnya menyadari hak dan kewajiban seorang warga negara di hadapan hukum dan perundangan. Termasuk hak dan kewajiban warga Negara di tengah kehidupan sosial. Ia pun mengajarkan kisi-kisi pelajaran tanpa lupa menitipkan pesan moral atas setiap cerita lisan yang disampaikannya.
Itu sebabnya PMP cukup dekat dengan pelaksanaan upacara bendera hari Senin. Bila dilihat kronologi upacara bendera, terlihat betapa penguatan cinta atas tanah air Indonesia terpampang secara jelas. Penghormatan kepada Dwi Warna Merah Putih dengan iringan lagu kebangsaan Indonesia Raya, pembacaan teks Pancasila, Sumpah Pemuda, menyanyikan lagu wajib, mengheningkan cipta, dan seterusnya ~tak pelak merupakan pengantar untuk menumbuhkembangkan rasa cinta atas tanah air Indonesia. Di dalamnya pula kita dapati kebersamaan sebagai sesama anak bangsa Indonesia.
Jika beberapa silam sempat tersiar kabar bahwa upacara bendera tidak sesuai dengan ajaran agama, saya yakin ini pikiran yang ngawur dan tidak bertanggung jawab. Hormat kepada bendera Merah Putih tentu saja tidak sama dengan hormat kepada Tuhan. Akan tetapi menghormati bendera kebangsaan dan simbol-simbol negara menjadikan kita bisa semakin dekat Tuhan. Dengan kata lain upacara bendera hari Senin berpotensi memperbaiki kedekatan manusia kepada Tuhannya.
Berharap semoga upacara bendera hari Senin tetap ada di sekolah-sekolah Indonesia sembari menitipkan pesan moral yang aduhai seksi bagi pertumbuhan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual siswa/pelajar, berharap semoga para siswa tumbuh menjadi anak-anak Indonesia yang mencintai negeri sendiri ~langkah yang telah dilakukan Pak Maskun dan guru-guru semua sangat layak diapresiasi. Tahap berikutnya ialah melaksanakan pesan moral dari apa yang telah diajarkan guru-guru tercinta di ruang kelas, meski dalam hitungan waktu 45 menit untuk satu jam pelajaran.
Kepergian Pak Maskun pada usia 83 tahun, mengumpulkan kembali secuil kenangan manakala interaksi murid dengan guru berlangsung. Kendati kenangan yang terekam pada benak seluruh muridnya berbeda satu sama lain, serta banyak yang telah terlupakan karena ditelan perjalanan dan waktu, sosok tubuh Pak Maskun disertai sikap kebapakannya tetap terpatri jelas bagi seluruh muridnya.
Kepergian beliau di akhir Oktober 2017 ini pula menggerakkan alumni SMA 1 berbagai angkatan, kerabat, rekan kerja/teman sejawat, pendidik dari berbagai sekolah, terutama keluarga terdekat ~menziarahi TPU Kemlaten setelah jasad beliau dimandikan dan dikafani semalam sebelum dikebumikan. Kamis pagi pukul 09.00 WIB puluhan Pak Maskun Lovers menyalatkan serta mendoakan kepergiannya di Masjid Al Muawannah Kesambi Dalam.
“Pulanglah Pak Maskun dengan iringan doa tulus kami. Rest In Peace. Allahumaghfirlahu warhamhu wa`afihi wa`fu anhu. Segala yang telah Bapak amanatkan sepanjang menjadi guru kami dan sepanjang kami mengingat Bapak, insya allah merupakan ibadah sosial yang mengantarkanmu menuju CahayaNya. Aamiin.”
Kenangan itu Pak Maskun yang kami catat di kedalaman hati. Duhai Tuhan, ampuni khilaf dan salah beliau, dan terimalah kebaikan yang telah ditanamkannya semasa hidup.
*) Penulis lepas, tinggal di Cirebon