Keteladanan Kartini Jadi Energi Perjuangkan UU TPKS

  • Bagikan
Keteladanan Kartini Jadi Energi Perjuangkan UU TPKS
Keteladanan RA Kartini jadi energi, untuk terus memperjuangkan UU TPKS bisa disahkan. (Foto: Ist.)

Citrust.id – Keteladanan RA Kartini jadi energi dalam memperjuangkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Esensi perjuangan menjadi nyawa dalam melahirkan UU TPKS.

Situasi perempuan Indonesia yang belum terbebas dari kekerasan dan diskriminasi berbasis gender menjadi lecutan untuk terus memperjuangkan pengaplikasian UU itu di lapangan.

Kekerasan dan diskriminasi berbasis gender menjadi salah satu gambaran nyata bahwa kegelisahan RA Kartini masih dirasakan hingga kini. Peringatan Hari Kartini menjadi momentum untuk terus mendorong percepatan implementasi UU TPKS menjadi instrumen hukum yang kuat dan komprehensif.

Secara substansi, ada enam elemen kunci yang jadi mandat dalam UU TPKS. Keenam elemen kunci itu yakni, pemidanaan, pencegahan, pemulihan, tindak pidana, pemantauan, dan hukum acara.

Ketua DPR RI, Dr. (HC) Puan Maharani, menyebutkan, kelahiran UU itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk mengubah persepektif dan pemahaman tentang konsep gender dalam kaitannya dengan kepentingan perempuan.

Menurut Puan, inti dari kesetaraan dan keadilan gender bukan meneguhkan siapa yang mendominasi dan didominasi. Intinya adalah menemukan koridor untuk saling berbagi secara adil dalam segala aktivitas kehidupan, tanpa membedakan pelakunya laki-laki atau perempuan.

“Kita harus mampu menghayati, memetik, dan mewarisi nilai-nilai semangat perjuangan yang ditinggalkan Kartini. Tekad kuat serta kegigihan untuk terus mengawal implementasi UU ini menjadi upaya saling dukung dan saling jaga, agar tak ada lagi ruang untuk kekerasan seksual,” kata Puan dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (21/4/2022).

Senada dengan Puan, para legislator perempuan yang turut mengawal kelahiran UU TPKS menyebut keteladanan RA Kartini jadi energi, untuk terus memperjuangkan pengesahan UU TPKS. Selain itu, implementasikan menjadi payung hukum yang kuat.

“Aplikasikan UU ini dengan baik sesuai arahan Ibu Puan sebagai Ketua DPR RI. Bagi para politisi perempuan, ini adalah legacy yang harus bisa mengakomodasi kepastian hukum dan konsekuensi hukum dalam kejahatan kekerasan seksual bagi perempuan dan anak, tanpa mengabaikan hak dan kewajiban baik korban dan pelaku,” kata Riezky Aprilia, anggota Badan Legislasi DPR.

BACA JUGA:  Berbagai Elemen Masyarakat Dukung Puan Maju di Pilpres 2024

Sementara, Diah Pitaloka, legislator perempuan lain yang menjadi anggota Panja UU TPKS menegaskan, sedikitnya ada tiga nilai dari sosok RA Kartini yang menjadi inspirasi dalam mewujudkan kelahiran UU itu.

“Terutama nilai pantang menyerah, semua yang terlibat dalam perumusan UU TPKS ini tidak patah di tengah jalan. Semangat yang tidak mudah goyah. Kedua, semangat sisterhood atau persaudaraan yang saling menguatkan untuk bisa menghadapi tantangan dalam proses pembahasan aturan. Ketiga, semangat menegakkan keadilan bagi kaum perempuan,” tuturnya.

Diah menambahkan, UU itu menjadi hadiah yang luar biasa bagi perempuan Indonesia atas pencapaian bersama dalam memperjuangkan UU ini sejak awal.

“Luar biasanya lagi, pengesahan UU ini oleh seorang Ketua DPR perempuan, Mbak Puan Maharani. Dia mengetuk palu pengesahan dengan kelembutan dan keteguhan hatinya. Mbak Puan saya lihat sebagai sosok pemimpin politik yang kuat,” ucap Diah.

Diah berharap, setelah pengesahan UU itu, ada perubahan substantif terkait cara pandang masyarakat Indonesia terhadap keadilan perempuan. Sama seperti pesan Ketua DPR Puan Maharani. Kesetaraan gender benar-benar bisa terwujud serta ada pencerahan bagi masyarakat. Kekerasan seksual adalah suatu bentuk tindak pidana dan sama sekali bukan hal yang wajar.

“Kami berharap, unit-unit kerja pemerintah bisa segera bekerja dan juga ada keberpihakan anggaran dalam implementasi UU ini di dalam kerja-kerja pemerintah,” tandasnya. (Rls)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *