Kasus Menteri Berkewarganegaraan Ganda, Presiden Harus Minta Maaf

  • Bagikan

JAKARTA (CT) – Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberhentikan Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Archandra Tahar karena berkewarganegaraan ganda.

“Kami mengapresiasi langkah cepat Presiden agar tidak menimbulkan Polemik,” tutur Bobby kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (16/08).

Bobby melanjutkan, diharapkan peristiwa Archandra tidak terulang kembali. Serta Presiden harus mencari sosok yang bebas dan bersih dari mafia energi internasional.

Karena pemilihan Menteri ESDM, bukan hanya ‘melek’ masalah teknis energi, tapi mampu menjawab persoalan industri migas di tengah kelesuan harga minyak dunia.

Sehingga itu diharapkan Menteri ESDM yang mengantikan Archandra, benar-benar sosok yang ‘bebas’ dari mafia energi internasional. Dengan demikian, kebijakan yang diambil benar-benar menguntungkan Indonesia, seperti pola kerja sama ekstraktif, investasi proses nilai tambah (kilang atau smelter), dan transfer teknologi (jasa penunjang seperti pemboran, konstruksi pengembangan wilayah kerja, moda transportasi).

“Penggantinya bukan hanya pandai, tapi juga harus mampu merangkul semua kalangan,” tuturnya.

Bobby melanjutkan, Menteri ESDM yang baru juga diharapkan nanti bisa melakuan percepatan formulasi sistem subsidi BBM yang efektif dan tepat sasaran.

Sementara itu, Pengamat Politik Ray Rangkuti mengatakan, pemberhentian Arcandra membuktikan yang bersangkutan memang bukan warga negara Indonesia. Sebab tidak ada alasan kuat di balik pemberhentian ini, kecuali karena alasan status warga negaranya.

Dengan pemberhentian tersebut tidak lantas menghapus kekeliruan dan kesalahan Presiden Jokowi sebagai pemimpin negara. Karena adanya kelalaian presiden memilih anggota kabinetnya yang bukan warga negara Indonesia, sehingga pengangkatan Archandra sebagai menteri dalam statusnya sebagai warga negara asing, adalah tindakan melanggar Undang-undang Kementerian Negara.

“Pemberhentian tersebut memang sudah seharusnya dilakukan, tapi meski demikian tetap saja Presiden bersalah,” tutur Ray.

BACA JUGA:  KPU Tegaskan Coklit oleh Petugas PPDP Harus "Door to Door"

Ray menerangkan, seharusnya Menteri Sekretaris Negara M. Pratikno juga segera menyampaikan permohonan maaf saat mengumumkan keputusan Presiden Jokowi untuk memberhentikan Arcandra. Mengingat dalam waktu 20 hari menjabat, Arcandra telah membuat kebijakan strategis.

Kebijakan strategis tersebut tidak berlaku dan harus dipertimbangkan kembali. Mengingat kebijakan tersebut tidak diputuskan oleh warga negara Indonesia, melainkan warga negara Amerika.

“Semua keputusan dari Arcandra tidak sah, karena yang mengambil keputusan adalah orang Amerika,” katanya.

Masih kata Ray, Presiden Jokowi harus sesegera mungkin melakukan perbaikan internal. Presiden juga harus menerima masukan dan informasi yang benar-benar valid. Untuk itu Presiden Jokowi untuk mengurangi agenda kunjungan atau blusukan ke daerah-daerah. Mengingat banyak persoalan yang harus diperhatikan dengan cermat, bukan hanya menyerahkan kepada kementerian terkait.

“Presiden jangan cuma melakukan blusukan dan menyerahkan semuanya ke Menteri, tapi juga harus menyelesaikan tugas-tugas secara langsung,” tegasnya. (Eros)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *