Citrust.id – Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, menemukan sejumlah permasalahan dalam pelaksanaan ibadah haji tahun ini, mulai dari proses keberangkatan hingga layanan bagi jemaah di Tanah Suci.
“Dari hasil pengawasan kami, masih ditemukan beberapa kendala, mulai dari proses pemberangkatan hingga saat jemaah tiba di Madinah, tempat transit gelombang pertama,” ujar Selly dalam kegiatan sosialisasi Keuangan Haji bersama Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Kota Cirebon, Jumat (16/5/2025).
Selly menjelaskan, persoalan muncul sejak tahap awal keberangkatan, khususnya terkait sistem pembagian kelompok terbang (kloter).
Ia menyoroti kebijakan pengisian kekosongan oleh jemaah dari kloter selanjutnya ketika ada jemaah yang menunda keberangkatan.
“Hal ini tentu mengganggu skema yang sudah ditetapkan Kementerian Agama di daerah. Seharusnya jika ada jemaah yang batal berangkat, penggantinya berasal dari cadangan kloter sebelumnya, bukan dari kloter berikutnya,” tegasnya.
Ketidaksesuaian itu, menurut Selly, berdampak hingga ke layanan di Arab Saudi. Saat ini, ada delapan syarikah (penyedia layanan haji) yang menangani jemaah, tetapi dalam praktiknya satu kloter bisa dilayani oleh empat hingga lima syarikah berbeda.
“Idealnya, satu kloter dilayani oleh satu syarikah agar pengawasan dan pembinaan oleh petugas haji bisa maksimal,” katanya.
Ia menambahkan, perbedaan penyedia layanan dalam satu kloter menyebabkan gangguan dalam distribusi barang, termasuk koper milik jemaah. Dalam beberapa kasus, koper baru diterima jemaah tiga hingga lima hari setelah kedatangan.
“Bayangkan, suami dan istri bisa berada di kloter berbeda. Barang mereka bisa terbawa oleh syarikah lain. Akibatnya, ada jemaah yang baru menerima koper setelah tiga sampai lima hari. Ini jelas mengganggu proses ibadah,” ujarnya.
Meski demikian, Selly mengapresiasi layanan lain seperti katering dan akomodasi yang dinilainya sudah berjalan cukup baik. Namun, ia menekankan bahwa pemanfaatan banyak syarikah turut memengaruhi pembagian hotel dan proses mobilisasi jemaah menuju Mekkah, termasuk dalam pelaksanaan usuk atau ritual haji.
Selly menegaskan bahwa evaluasi menyeluruh akan dilakukan setelah musim haji selesai agar permasalahan serupa tidak kembali terulang pada tahun berikutnya.
“Saat ini, pemerintah Indonesia, termasuk Kementerian Agama dan Dirjen PHU, tengah berupaya mendorong kesepakatan kerja sama antar syarikah. Harapannya, perbedaan layanan dalam satu kloter dapat ditangani lebih baik, bahkan bisa mendapatkan kompensasi,” ucapnya.
Namun, ia mengingatkan bahwa hal terpenting adalah memastikan kelancaran keberangkatan jemaah ke Mekkah.
“Yang paling berisiko adalah jika jemaah belum bisa diberangkatkan, maka jemaah lainnya yang hendak menuju Mekkah juga bisa ikut terdampak,” tutup Selly. (Haris)