Citrust.id – Puluhan jurnalis media cetak dan elektronik mengikuti diskusi santai seputar dunia wartawan sambil menikmati nasi liwet yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Majalengka, Jumat (23/11/2018) di Kantor PWI Jalan Gerakan Koperasi No. 03.
Namun, suasana menjadi hening saat narasumber mulai mengurai kondisi wartawan yang sudah melenceng jauh dari norma dan aturan yang berlaku. Julukan wartawan sebagai ratu dunia yang dinyanyikan grup kasidah Nasida Ria kini hanya sebatas kenangan.
Masalah itu terjadi karena para pemburu berita sudah mengabaikan kode etik jurnalistik dan terjebak pada pola hidup pragmatis. Persoalan itu terungkap ketika wartawan senior Kompas Windoro dan pengamat media massa Kabupaten Majalengka Hasan Ma’arif menjadi pemateri pada pertemuan tersebut.
Pesertanya yang merupakan perwakilan media cetak, elektronik, dan daring itu begitu khusyu menyimak setiap penjelasan dari kedua pemateri yang sudah khatam di dunia jurnalistik tersebut.
Menurut Hasan Ma’arif, kondisi wartawan dalam menyajikan berita sekarang ini sudah jauh berbeda dibandingkan dengan wartawan tempo dulu. Sekarang banyak wartawan yang mulai mengesampingkan aturan yang tertuang dalam UU Pers Nomor 40 tahun 1999 dan kode etik jurnalistik.
“Saya harapkan teman-teman wartawan dalam menulis berita konflik, wajib hukumnya berimbang atau cover both side. Jika tidak, itu akan sangat berbahaya. Apalagi jika persoalan ini diseret sampai ke dewan pers, ” kata mantan pemimpin redaksi di salah satu surat kabar Harian di Cirebon itu.
Selain itu, sambung mantan redaktur pelaksana HU Kabar Cirebon ini, wartawan dalam merangkai berita jangan hanya berkutat pada penulisan berita straight news atau lebih populer dengan rumus 5W+1H. Tapi, harus diubah dengan pola penulisan berita mendalam (indepth report) dan penyajian berita feature.
“Ini penting, agar masyarakat tidak merasa bosan, dan saat membaca berita konflik lengkap, karena kedua belah pihak diakomodir,” ujarnya.
Sedangkan untuk meningkatkan wawasan dan memperbanyak pembendaharaan kosa kata, lanjut dia, wartawan wajib hukumnya membaca buku sastra maupun novel.
“Dari baca itu akan banyak belajar tentang beragam hal,” ucapnya.
Penuturan serupa diungkapkan wartawan Kompas Windoro yang sudah melakukan peliputan di dalam dan luar negeri. Ia sendiri bergelut di dunia wartawan selama kurang lebih 25 tahun. Menurut dia, pengalaman penulisan berita mendalam yang paling berkesan ketika dirinya melakukan peliputan di Italia. Saat itu dirinya memanfatkan waktu yang terbatas dengan membuat laporan berita lebih dari 30 tulisan.
“Strategi saya sebelum berangkat ke Italia, membaca semua literatur kehidupan di sana dan membuat rangkumannya. Baru langkah selanjutnya, mendeskripsikan suasana dan memadukan rangkuman dengan fakta di lapangan,” kata wartawan Kompas liputan Ciayumajakuning ini.
Di samping itu, agar karya jurnalistik berkualitas harus disertai data yang akurat dan menyoroti setiap persoalan dari beragam sudut pandang, seperti aspek ekonomi, sosial, budaya, antropologi, hukum, dll. Narasumbernya minimal tiga dan harus memiliki kompetensi sesuai dengan bidangnya masing-masing.
“Jika penulisan ini menjadi agenda rutin, selain memberikan pencerahan kepada pembaca, maka wartawan itu akan menjadi cerdas, otaknya tidak bebal, karena setiap hari otaknya selalu diasah untuk selalu berpikir,” tegasnya.
Dia mengaku, dalam menyajikan berita mendalam memiliki jurus 12 tapak naga. Isinya baik dari puisi, panorama, kutipan, pepatah, dll. Semuanya itu harus mampu menggambarkan suasana dan mencari lead yang menarik serta mampu memikat pembaca.
“Menulis itu tidak hanya membutuhkan logika, tapi harus mampu membangkitkan emosi. Sehingga dalam rumus Kompas itu yakni keras dalam prinsip, lemah lembut dalam menyampaikan,” tuturnnya.
Dia menambahkan, saat ini kondisi wartawan di kota dan daerah sangat berbeda, terutama tingkat kesejahteraanya. Namun begitu, menyarankan agar wartawan tetap menjaga harga diri dan marwahnya dalam menghadapi kondisi tersebut.
“Kalau saya usulkan, lebih baik wartawan itu membuat jasa pembuatan buku. Itu selain berkelas dalam mencari tambahan finansial, juga tidak lari dari profesi kita yang latar belakangnya menulis,” ucapnya.
Ketua PWI Kabupaten Majalengka Jejep Falahul Alam mengatakan, pertemuan ini digagas dengan tujuan membangun tali silaturrahmi sekaligus mengingatkan kembali akan tugas mulia seorang wartawan. Karena pada faktanya saat ini banyak para kuli tinta yang sudah keluar jalur dari tujuan utamanya.
“Melalui obrolan santai ini, saya ingin, wawasan, pengetahuan, dan cakrawala berpikir wartawan semakin luas. Dan, alhamdulilah dari pengakuan semua peserta bahwa diskusi ini berkualitas dan mencerdaskan,” pungkasnya. /abduh