Mudik Bisa Mendongkrak Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Citrust.id – Jumlah orang yang mudik sedemikian besar  bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi di daerah. Perkiraan jumlah pemudik tahun ini lebih besar dari pada tahun 2019. Para pemudik akan membawa uang. Mereka akan meningkatkan demand yang luar biasa.

Hal itu dikemukakan Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah Redjalam.

Sebelumnya, Ketua DPR RI, Puan Maharani, mengingatkan penerintah agar memfasilitasi masyarakat yang hendak mudik sebaik mungkin. Ia juga menyoroti potensi kemacetan parah yang akan terjadi pada mudik Lebaran 2022. Ia pun mengingatkan pemerintah agar memfasilitasi masyarakat yang hendak mudik sebaik mungkin.

Menurutnya, mudik lebaran 2022 akan semakin mendorong pemulihan ekonomi dengan meningkatkan pariwisata daerah dan menggerakkan UMKM lokal.

Piter menilai, pernyataan Puan tidak salah. Penilaian itu berdasarkan pada sejarah mudik yang memang mampu menggerakkan perekonomian rakyat.

“Saya kira apa yang disampaikan Mbak Puan Maharan ada benarnya. Secara historis, kalau kita lihat dari waktu ke waktu, dari tahun ke tahun, mudik lebaran itu menggerakan perekonomian rakyat,” ujar Piter (26/4/2022).

Selama dua periode Lebaran, tidak ada aktivitas mudik dalam skala besar, mengingat masih dalam masa darurat pandemi dan angka kasus Covid-19 yang masih tinggi.

Mudik akan mampu menyegarkan kegiatan ekonomi rakyat yang mandek selama pemberlakuan pembatasan mudik. Mudik bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi di daerah.

“Dengan adanya mudik, berbagai bentuk kegiatan ekonomi rakyat di daerah bisa bangkit. Itu yang selama dua tahun terakhir relatif mati,” tegasnya.

Menurut Piter, dengan pelonggaran aturan mudik pada lebaran kali ini, jumlah pemudik akan melonjak sangat tinggi. Bahkan melampaui angka mudik tahun 2019 sebelum pandemi. Jumlah orang yang mudik sedemikian besar  bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi di daerah.

“Makanya, Jasa Marga sangat konsentrasi dan sangat mempersiapkan diri untuk menata jalan tol agar supaya tidak terjadi kemacetan yang terlalu luar biasa,” tambahnya.

Berdasarkan Hasil Survei Online Potensi Pergerakan Orang Selama Masa Lebaran 2022 (Idulhitri 1443 H) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenhub, potensi pergerakan nasional adalah 31,6 persen.

Sebanyak 85,5 juta orang akan bepergian ke luar kota pada masa lebaran 2022. Asal perjalanan terbanyak dari Jawa Timur 17,1 persen atau 14,6 juta orang, Jabodetabek 16,4 persen atau 14,0 juta orang

Selain itu, Jawa Tengah 14,1 persen atau 12,1 juta orang, Jawa Barat 10,8 persen atau 9,2 juta orang, Sumatera Utara 4,7% atau 4,0 juta orang.

Berdasarkan pilihan moda, sebanyak 26,8 persen atau 22,9 juta orang memilih menggunakan mobil pribadi. Sebanyak 19,8 persen atau 16,9 juta orang memilih menggunakan sepeda motor. Selanjutnya 16,5 persen atau 14,1 juta orang memilih menggunakan bus, 10,4 persen atau 8,9 juta orang menggunakan pesawat.

Menurut Piter, jumlah pemudik yang sedemikian besar bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi di daerah. Jumlah orang yang mudik sedemikian besar akan dongkrak pertumbuhan ekonomi di daerah. Perkiraan jumlah pemudik tahun ini lebih besar dari pada tahun 2019. Para pemudik akan membawa uang. Mereka akan meningkatkan demand yang luar biasa.

Bank Indonesia memperkirakan kebutuhan uang kartal pada periode Ramadan dan lebaran sebesar Rp175,26 triliun. Jumlah itu meningkat 13,4 persen berbanding periode yang sama tahun lalu, yakni Rp154 triliun. Wilayah Jawa masih akan menjadi pusat peredaran uang selama periode Ramadan dan lebaran.

Piter menjelaskan, masyarakat akan “berpesta selama sekitar dua minggu” yang akan mendorong perekonomian nasional dengan signifikan.

“Jadi ini akan menggerakkan perekonomian. Akan ada kenaikan yang saya kira sangat tinggi dan sangat luar biasa pada periode menjelang dan setelah lebaran,” tambahnya.

Terkait dengan kenaikan harga beberapa komoditas, Piter mempunyai pendapat berbeda. Menurutnya, kenaikan harga sama sekali tidak mengurangi kekuatan mudik lebaran sebagai penggerek ekonomi nasional. Ia mencontohkan kenaikan harga minyak goreng yang pemicunya kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) justru menguntungkan perekonomian.

“Tidak sama sekali. Kita menanggapinya terlalu berlebihan. Kenaikan minyak goreng yang bisa dipicu oleh kenaikan CPO itu lebih besar manfaatnya untuk perekonomian kita,” tegasnya.

Piter berargumen, kenaikan harga CPO akan meningkatkan penerimaan dan menggerakkan industri hulu-hilir industri minyak goreng dan CPO. Petani-petani sawit bisa mendapatkan limpahan pendapatan yang luar biasa. Ketika petani sawit mendapatkan limpahan pendapatan, maka akan menggerakkan ekonomi dengan penghasilan mereka.

“Saya ini anak petani. Jadi saya tahu bagaimana di daerah-daerah pertanian di Sumatera itu ketika harga komoditas naik. Perekonomian bergerak di daerah-daerah,” tegasnya.

Menurut Piter, selama ini, pemerintah tidak tepat dalam menanggapi masalah minyak goreng. Hal itu karena cara pandang yang tidak tepat. Secara ekonomi, dampak kenaikan minyak goreng sebenarnya lebih kecil daripada dampak yang bisa dinikmati dan manfaat kenaikan CPO.

“Makanya, saya sangat menyesalkan kebijakan pemerintah yang terlalu emosional melarang ekspor CPO. Ya, itu manfaat dari kenaikan CPO jauh lebih besar daripada beban kenaikan minyak goreng,” jelasnya. (Rls)

Komentar