Akses Kendaraan Diblokade Warga, Megaproyek Pertamina Lumpuh

Citrust.id – Megaproyek pengeboran sumur minyak dan gas di Desa Pagirikan dan Desa Pasekan oleh PT Pertamina EP lumpuh. Lahan yang dijadikan akses jalan menuju lokasi ditutup paksa seratusan masyarakat Desa Pagirikan, Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu, Senin (22/7/2019).

Warga tampak berkumpul dengan memasang spanduk di tengah jalan yang berbatasan dengan tanggul Sungai Cimanuk. Tertulis larangan kepada seluruh kendaraan termasuk alat berat yang melewati jalan tersebut.

Perwakilan warga pemilik lahan, Wayem, menegaskan, lahan yang digunakan sebagai akses jalan Pertamina itu sah secara hukum miliknya. Hal itu bisa dibuktikan dengan sertifikat maupun dokumen bukti kepemilikan tanah lainnya. Lahan milik keluarganya berbatasan langsung dengan tanggul Sungai Cimanuk.

“Makanya, kami melakukan blokade dan menduduki tanah kami sendiri bersama-sama dengan masyarakat pemilik tanah yang sah yang belum dibebaskan Pertamina untuk tidak digunakan dahulu sebelum adanya ganti rugi,” tegasnya.

Kurang lebih panjang 750 meter dengan lebar 7 meter adalah milik keluarganya, di antaranya dirinya sendiri.kemudian adiknya Nasnati H Titih dan Fatmawati.

Tanah yang berbatasan langsung dengan Sungai Cimanuk Desa Pagirikan tersebut selama ini tidak pernah diperjualbelikan kepada siapapun, termasuk kepada pihak PT Pertamina atau kepada pihak ketiga yang ditunjuk sebagai pelaksana proyek pembangunan akses jalan tersebut, yakni PT Tirta Wijaya Karya (Tiwika) maupun PT Darmawan Putra Pratama (DPP),” kata Wayem.

Ia bersama warga lainnya akan tetap menjaga spanduk yang dibentang di sebagian lebar jalan yang diserobot pihak yang dinilainya tidak bertanggungjawab tersebut sampai tim pembebasan lahan yang berwenang memberikan ganti rugi.

“Kami menuntut tim pembebasan lahan agar datang menemui kami dan menyelesaikan ganti rugi. Kalau tidak, kami akan tetap menduduki lahan yang sah milik kami dan akan melaporkannya kepada pihak berwajib,” tegas Wayem.

Selama berbulan-bulan, pihaknya tidak melakukan apa-apa menunggu itikad baik Pertamina setelah tidak adanya kesepakatan harga saat pertemuan di Balaidesa Pasekan pada 2 Agustus tahun lalu.

“Kami sama sekali tidak dihubungi kembali oleh Pertamina atau tim pembebasan lahan yang ditunjuk untuk melakukan musyawarah kembali demi melakukan negosiasi ulang. Bahkan, adik kami, Fatmawati, dari awal tidak pernah diundang dalam rencana pembebasan lahan untuk akses jalan proyek Pertamina,” tuturnya.

Menurut Wayem, dasar penggantian kerugian diatur dalam Pasal 37 ayat 2, yakni adanya kesepahaman atau kesepakatan harga yang dituangkan dalam berita acara kesepakatan.

“Sampai sekarang, saya pastikan tidak akan ada berita acara kesepakatan warga dengan pihak Pertamina sehingga sudah dipastikan melanggar aturan yang berlaku,” tuturnya.

Lanjut Wayem, menurut Pasal 70 Ayat 2 Nomor 148/2015 Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden nomor 71/2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum tertulis, dalam hal belum tercapai kesepakatan, musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilaksanakan lebih dari 1 kali.

Ia kaget bukan kepalang ketika belum adanya kesepakatan harga, tapi lahannya sudah dikuasai selama berbulan-bulan tanpa izin pemilik yang sah secara hukum.

“Hak kepemilikan tanah telah dijamin secara konstitusi oleh UU nomor 5/1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria sebagaimana pasal 16 ayat 1 dimana mengatur hak atas tanah milik,” tandasnya.

Pasal 20 menyebutkan, hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dipunyai atas tanah. Dengan demikian, menguasai dan atau menggunakan lahan serta merubah bentuknya bukan atas izin pemegang hak milik adalah pelanggaran hukum.

“Tindakan sewenang-wenang dan melawan hukum tersebut juga diperparah dengan tidak diindahkannya Undang-undang Nomor 2/2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Pasal 2. Bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan harus berdasarkan kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan dan keselarasan,” terangnya.

Sementara itu, tokoh masyarakat Kecamatan Pasekan, H. Nawir, menegaskan, pihaknya menuntut agar selain membebaskan lahan milik masyarakat yang telah diakui semua pihak termasuk BPN juga diberikan akses jalan untuk masyarakat petambak yang representatif.

“Kami sangat berharap agar pihak berwenang di Pertamina bisa mengakomodasi kepentingan para petani tambak yang selama ini menggunakan jalan di samping tanggul Sungai Cimanuk tersebut,” tuturnya.

Pihaknya telah melakukan pertemuan dengan pihak perwakilan pertamina, Prabowo Widyo, belum lama ini. Ia berjanji akan mendatangkan tim pembebasan lahan dari Pertamina Pusat.

“Kami telah bertemu dengan Pak Prabowo Widyo. Namun entah kenapa, hingga kini belum juga ada kepastian akan diselesaikan tuntutan warga,” pungkasnya. /haris

Komentar