90 Persen Hafidz Qur`an adalah Perempuan

  • Bagikan

Oleh Sutejo Ibnu Pakar

NUSANTARA tidak hanya kaya dengan orang-orang pandai tetapi juga produsen ulama, termasuk tokoh-tokoh perempuan. Banyak raja, pendidik, dan pejuang perempuan dilahirkan di negeri ini, sebelum NKRI terbentuk. Kerajaan-kerajaan di Jawa (Airlangga, Singosari dan Majapahit) pernah dipimpin oleh ratu (raja perempuan). Kesultanan Demak pasca-Raden Fattah pernah dipimpin Ratu Kalinyamat, putri bangsawan, ahli strategi yang piawai dalam bidang ketatanegaraan, dan juga pengamal tasawuf. Rohana Kudus (Aceh) dikenal sebagai ilmuwan dan ahli pendidikan jauh sebelum RA. Kartini (Jepara) dan Dewi Sartika (Jawa Barat).

Bagi bangsa Indonesia kesetaraan gender bukan sesuatu yang baru dan juga bukan produk budaya luar. NKRI pasca-reformasi tercatat memiliki presiden perempuan dengan banyak menteri-menteri perempuan yang sangat kompetitif dan berhasil memberdayakan dan mencerdaskan bangsanya.

Pendidikan pesantren tradisional adalah institusi yang representatif sebagai produsen pemimpin bangsa mewakili kaum perempuan. Para penghafal al-Quran (pengemban pesantren dan khalayak kebanyakan) hampir 90 persennya adalah kaum perempuan. Hasil kerja keras perempuan, hafidzoh kemudian melahirkan ribuan para penghafal al-Quran yang tersebar ke seluruh penjuru nusantara. Cirebon sejak dulu dikenal sebagai wilayah penghasil para penghafal al-Quran. NY. Hj. Azizah binti KH. Syatori (Arjawnangun) misalnya tercatat berhasil melahirkan ribuan para penghafal al-Quran. Pesantren Lirboyo memiliki dua ilmuwan al-Quran dan Pesantren Lasem memiliki seorang ilmuwan al-Quran, kemudian berhasil melesatrikan dan mengembangkan kiprah ilmuwan perempuan bidang al-Quran. Kesemuanya adalah perempuan-perempuan kelahiran Arjawinangun Cirebon.

Fatayat NU Kabupaten Cirebon diakui sebagai satu-satunya badan otonom NU yang serius membina dan mengembangkan potensi para hafidzoh al-Quran. Para perempuan penghafal al-Quran yang berada di bawah koordinasi Fatayat NU Kabupaten Cirebon sekarang sudah menikmati ikhtiar peningkatan status sosial penghafal al-Quran yang, semestinya, ditempatkan pada posisi terhormat.

BACA JUGA:  Kartu Lebaran

Mereka sudah mendapatkan pengakuan dan status sosial yang memberikan jaminan masa depan. Taraf hidup mereka sudah meningkat ke taraf “sejahtera”. Mereka berhasil memasuki kompetisi karena mereka telah memiliki ijazah SLTA dan atau strata-1 dan berhasil menduduki jabatan strategis kepemimpinan pendidikan persekolahan. []

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *