Citrust.id – Dulu awal tahun 60-an, untuk membendung paham Komunisme sampai terjadi Perang Dunia II di berbagai belahan dunia, termasuk Perang Vietnam dan berlanjut Perang Dingin yang puncaknya bubarnya Uni Soviet pada tahun 1994.
Khususnya di negeri ini sampai terjadi kudeta kekuasaan dan berganti rezim dengan keterlibatan pihak asing karena imbas isu global tersebut.
Namun, situasi kondisi dunia politik tidak selalu relevan saat ini. Maraknya masuk mobil China dari Negeri Tiongkok yang beribukota di Beijing dan diterima oleh pasar dalam negeri seolah-olah menghapus stigma anti-komunis yang berpuluh-puluh tahun digemborkan oleh pemimpin politik negeri ini.
Terbukti, pabrikan BYD saja menyusul Wuling akan segera investasi besar-besaran dengan membangun pabrik di kawasan Subang, Jawa Barat.
Sebaliknya, nasib tragis menimpa pabrikan mobil asal negeri Paman Sam yang menjadi lawan politik yang paling getol menyuarakan anti-komunis, seperti Ford dan General Motor. Mobil-mobil produk negeri Paman Sam malah kurang laku di negeri ini. Ford bahkan sudah menutup agen atau dealer resminya sejak beberapa tahun lalu.
Itu baru produk mobil, belum produk lainnya, seperti handphone, pakaian, sepatu, hingga makanan atau kuliner. Warga kita sudah familiar dengan siomay, capcay, tahu, pangsit dan berbagai Chinese food lainnya dari kelas kaki lima hingga hotel berbintang 5, berserakan di sudut-sudut jalan kota-kota besar dan kota kecil di negeri ini.
Apakah karena kedekatan geografis dan sosial budaya serta historis sehingga kita secara naluriah bisa menerima produk dari negeri Tirai Bambu dibandingkan dari Negeri Paman Sam?
Pada bulan September ini, menjelang peringatan G30S PKI ketika dulu TVRI selalu memutar film propaganda, anti-komunis sekarang sepertinya sudah tidak relevan karena pasar di dalam negeri sudah ramah dan menerima produk-produk dari negara-negara Komunis, seperti China.
Isu politik kini sudah tidak kuat mempengaruhi bidang ekonomi. Ketika suatu produk berkualitas dan harganya masuk akal, maka pasar akan menerima. (*)
M. Abduh Nugraha, SH
(Advokat tinggal di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat)