oleh

Virus Pilkada

Oleh DADANG KUSNANDAR*

VIRUS pilkada menyebar ke segenap anggota tubuh. Bagian tubuh yang semula belum banyak terinfeksi virus galak ini tak pelak menerimanya. Gerak tubuh pun akhirnya terdominasi virus pilkada. Makin cepat tubuh bergerak makin cepat pula virus pilkada menyengat.

Inilah suasana mutakhir kota/ kabupaten se-Indonesia yang akan menggelar pilkada serentak pada Juni 2018 mendatang. Tak terkecuali Cirebon. Kekuatan virus pilkada bagai menggedor segala ruang dan dinding Cirebon. Bukan semata berujung pada perdebatan sejumlah bakal calon (yang telah mendaftar ke partai politik), virus pilkada jadi sajian cukup hangat di meja makan. Bahkan perbincangan ibu-ibu ketika berbelanja di gerobak motor tukang sayur.

Virus pilkada sejatinya merupakan keinginan kuat  para pelaku demi dan untuk terciptanya daerah (hunian masyarakat berdasar batas geografis tertentu) yang mampu menyejahterakan kehidupan masyarakat. Kesejahteraan dimaksud tentu saja mencakup semua aspek. Ekonomi, pendidikan, sosial, politik, budaya, dan sebagainya yang dibarengi oleh kemampuan me-manage penghuni daerah.

Agar virus pilkada tetap utuh dengan kesejatiannya, para pelaku/ bakal calon kepala daerah mesti bermain ekstra cantik tanpa saling menyakiti dan meniadakan. Virus itu akan berkembang biak dan terus menggerogoti anggota tubuh lalu berakhir pada kenyamanan mengidap sang virus. Bayangkan. Betapa berbeda dampaknya apabila virus pilkada menyakiti dan meniadakan sebagian anggota tubuh.

Dalam percaturan politik belakangan ini, partai politik disandarkan para pelaku penyebar virus, yakni bakal calon supaya pesta demokrasi berupa pemilihan kepala daerah langsung benar-benar berlangsung secara demokratis. Dan pada pemahaman paling konvensional, meminjam rumusan konvensional Montesqiu, demokrasi berpijak pada 3 (tiga) hal. Ketiga hal tersebut adalah legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Dengan kata lain ketiga hal/ lembaga di atas dituntut agar sejalan dalam rangka memanage kepemimpinan berbasis kepentingan rakyat. Bukan seiring sejalan dalam kerangka saling meniadakan sehingga kesejahteraan rakyat jauh panggang dari api. Legislatif, eksekutif, dan yudikatif adalah refleksi kepercayaan masyarakat yang terinfeksi virus pilkada. Tetap menjaga supaya virus pilkada menunjang kesejahteraan rakyat secara optimal dan maksimal, mau tidak mau, merupakan tugas para pelaku alias sang bakal calon.

Banyak kisah inspiratif para pemimpin terdahulu untuk referensi para pelaku/ bakal calon kepala daerah yang akan bertarung di Cirebon khususnya pada Juni tahun mendatang.  Menjadi pemimpin adalah kesiapan mendahulukan kesejahteraan rakyat serta menggeser keinginan memarginalkan rakyat. Menjadi pemimpin identik memuliakan hak-hak serta harkat/ martabat rakyat.

Lantaran calon pemimpin atau para pelaku alias bakal calon kepala daerah telah memiliki kekayaan harta dan kekayaan hati, maka segenap kekayaan itu harus dibaktikan bagi rakyatnya. Kota/ kabupaten seluruh Indonesia pasti mendambakan pemimpin seperti ini setelah ia lolos sebagai pemenang yang mendapat mandat/ rekomendasi partai politik, setelah ia lolos sebagai pemenang pada pilkada.

Di tengah dinamika sosial politik saat ini, butuh kesiapan serta kesigapan para pelaku alias bakal calon kepala daerah guna memposisikan kembali rakyat sebagai kekuatan utama demokrasi. Posisi rakyat yang strategis itu tidak menjadi subordinasi kekuatan mana pun yang memarginalkan rakyat. Jangan hanya karena kuat secara finansial dan atau kedudukan yang kini disanding maka para pelaku/ bakal calon kepala daerah melakukan manufer politik yang mengsubordinasi rakyat.

Demikian pula sebaliknya, rakyat sebagai pemangku demokrasi jangan  mudah masuk ke dalam jebakan batman yang dilakukan para bakal calon kepala daerah. Pemilih dan yang dipilih pada pilkada tahun depan mempunyai kekuatan dan posisi yang sama. Sehadapan dan berdiri sama tegak, yang dengannya impian demokrasi bakal tercapai. Salah satu kiat pencapaian itu tidak lain ialah penyebaran virus pilkada tanpa menyakiti dan tanpa meniadakan.

Pemimpin yang  akan lahir dari rahim demokrasi pada mulanya adalah sosok yang yakin pada kesejatian dirinya. Bentuk kesejatian itu tampak pada perilaku keseharian sebagaimana termaktub pada kata: manusia adalah makhluk politik. Selamat berpolitik dan selamat menyebarkan virus pilkada! []

*) Penulis lepas, tinggal di Cirebon.

 

Komentar