Tetangga Saya (2)

Oleh DADANG KUSNANDAR*

RINGAN tangan dan suka membantu kesulitan orang lain merupakan pekerajaan yang cukup sulit dilakukan. Terlebih pada jaman now yang serba kalkulatif. Padahal dua pekerjaan tersebut di atas kelak mengantarkan pelakunya menuju derajat mulia.

Bagi H. Abas Sukarya dua pekerjaan itu seakan tertanam pada kesehariannya. Lelaki asal Desa Randobawa Kabupaten Kuningan ini tak segan membantu kesulitan tetangganya. Bukan sebatas tenaga saja, bahkan uang pun diberikan begitu saja jika tetangga miskin hendak berhutang kepadanya.

Haji Abas Sukarya di tahun 1970 boleh dikategorikan orang terkaya di RW saya. Tersiar kabar ketika usia belasan, ia tinggal di Palembang sambil bekerja serabutan. Di Palembang juga ia bertemu gadis cantik sedesanya lantas sepakat melangsungkan pernikahan.

Lazimnya perantau, pernikahan di Desa Randobawa pun berlangsung meriah serta mengundang kecemburuan positif hadirin. Hadirin cemburu melihat Abas Sukarya sukses di Palembang.

Kecemburuan positif itu memicu dan memacu semangat warga desanya merantau ke Palembang.

Di kampung saya, rumah H. Abas Sukarya luas dan sering menampung sanak kerabat dari desanya apabila hendak mencari kerja di Cirebon. Orang-orang memanggilnya Pak Haji, julukan prestisius saat itu. Hanya tercatat tiga orang saja yang bergelar haji pada tahun 1970 di RW 07 Kampung Warnasari Kelurahan Kesambi Kota Cirebon. Selain H. Abas Sukarya, ada H. Husen dan H. Muchdi.

Anak-anak H. Sukarya pun mudah bergaul dengan teman-teman sekitar tempat tinggalnya. Itu sebabnya rumah H. Sukarya tidak pernah sepi dan tidak pernah dikunci. Siapa pun boleh masuk, tak perlu ijin segala. Open bar, istilah pada masa itu.

Kedermawanan H. Sukarya tidak hanya diberikan bagi tetangga dan kerabat. Kepada orang gila pun, H Sukarya bersikap sama. Orang gila itu bernama Jono.

BACA JUGA:  Percobaan Pembegalan di Jalan Raya Yos Sudarso Digagalkan Security

Wong edan Jono cukup beken di Cirebon. Berpakaian sederhana berkopiah hitam dan menyelipkan bunga di telinga kirinya. Bunga di telinganya tiap hari berganti sesukanya, dipetiknya begitu saja dari halaman rumah yang dilewatinya.

Salah satu sasaran Jono adalah rumah H Sukarya. Sekira pukul 10 pagi Jono sudah berkicau sesukanya di rumah H Sukarya. Bersenandung, mengucapkan berbagai kata dalam bahasa Inggris, ngobrol dengan anak-anak yang menggodanya. Jono tidak galak kepada anak-anak dan kenyang perutnya.

Keluarga H Sukarya setiap hari memberi makan dan sejumlah uang untuk Jono. Menjelang lebaran Idul Fitri, Jono pun dapat jatah baju dan celana serta kopiah baru. Tentu saja beras dan uang diperoleh pula dari H Abas Sukarya. []

*Penulis lepas, tinggal di Cirebon.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *