Menyadari Kehadiran Tuhan

Oleh SUTEJO IBNU PAKAR*

ALAM atau makhluk atau mumkinat atau mawjudat adalah setiap sesuatu selain Allah. Segala yang mawjud adalah ciptaan Allah, baik yang ada di alam dunia dan yang akan ditemui di alam akhirat. Kehidupan duniawi, bagi setiap manusia, dimulai ketika semua ruh manusia berkumpul di alam arwah, kemudian dimasukkan oleh Allah ke alam rahim (kandungan ibu hamil). Status manusia ketika berada di dalam dua kehidupan itu adalah sama sebagai makhluk Allah yang mengakui ketuhanan dan kesaan Allah.

Kehidupan berikutnya, yakni kehidupan yang ketiga, dimulai ketika manusia dilahirkan dari rahim ibunya ke alam nyata. Setiap bayi yang dilahirkan pada asalnya adalah masih suci dan masih terpelihara fitrahnya.

Fitrah yang dimaksud adalah keimanan dan tawhidullah serta kecederungannya terhadap kebiakan, cinta kasih dan keadilan. Akan tetapi, sebagaimana diisyaratkan oleh Rasulullah SAW, perkembangan fitrah itu kemudian ditentukan oleh kedua orang tuanya sebagai lingkungan pendidikan yang paling pertama. Lingkungan keluarga dan juga masyarakat menjadi salah satu faktor pembentuk dan pemelihara kesucian fitrah manusia.

Kehidupan yang keempat dan kelima adalah kehidupan setelah kehidupan di alam dunia ini telah selesai sesuai perjanjian ketika di alam arwah. Secara fisik kehidupan setiap manusia akan selesai bila mengalami kematian, yakni keluar dan terpisahnya ruh dari jasmani. Kehidupan keempat itulah yang disebut dengan kehidupan alam ‘alam al-Barzakh atau ‘alam al-Qabr.

‘Alam al-Barzakh adalah dunia yang berada diantara kehidupan nyata (dunia) dan kehidupan tidak nyata (gaib) yakni‘alam al-Akhirat.

‘Alam al-Akhirat adalah kehidupan yang abadi, sementara kehidupan dunia hanyalah sementara, sesuai kontrak usia masing-masing. ‘Alam al-Akhirat adalah alam terang karena disiniari langsung oleh cahaya Allah, sedangkan alam dunia yang kita tempati sekarang ini adalah kegelapan, karena kehidupan di siang hari membutuhkan kemunculan matahari dan kehidupan malam membutuhkan kemunculan bintang-bintang atau bulan. Sedangkan ‘alam al-Barzakh adalah kehidupan semi dan akhirat, karena penyinarannya tidak lagi ditembus oleh sinar matahari tetapi disinari oleh cahaya dari kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat dimulai dari kehidupan di alam barzakh atau alam kubur.

BACA JUGA:  You're The Best Dad Ever

Nasib seseorang di alam barzakh sangat ditentukan oleh kualitas ibadah ketika di dunia. Sekecil apapun perbuatan manusia ketika di alam dunia, maka di alam barzakh akan menampakkan diri dan menjelma menjadi teman atau musuh, sesuai kehendak Allah. Setiap perbuatan baik atau ibadah akan menjelma menjadi makhluk yang baik dan akan menemani seseorang dalam kehidupan di alam barzakh. Sebaliknya, perbuatan buruk yang dilakukan ketika di dunia akan menjelma menjadi musuh yang akan meyakiti secara terus menerus, sehingga tiba kiamat kubro.

Setiap manusia hidup di alam barzakh sendiri-sendiri dan hanya ditemani oleh amal ibadahnya ketika di dunia, yakni sedekah jariah, ilmu yang memberikan manfaat bagi orang lain dan doa anak saleh. Teman yang tidak boleh dilupakan adalah amal ibadah berupa kebiasaan seseorang yang selalu berbakti dan tidak meyakiti kedua orang tua, serta kegemaran melantunkan sholawat atas Nabi Muhammad SAW.

Sebaliknya, ketidak hati-hatian dalam bersuci dari hadats, kebiasaan menggunjing (ghibah) dan mengadu domba (namimah) merupakan faktor penentu yang paling dahsyat dan sangat menyengsarakan nasib seseorang di alam barzakh. Penderitaan di alam barzakh bersifat sangat personal dan hanya dapat dicegah dengan ibadah masing-masing, selain tiga hal yang dijanjikan Rasulullah SAW. Rasulullah SAW telah memperingatkan kita untuk berhati-hati didalam bersuci. Bagi seseorang yang gemar membaca alquran, Rasulullah SAW menganjurkan untuk membiasakan membaca surat al-Zalzalah ataupun surat al-Mulk sebagai ikhtiar mencegah siksa kubur.

Kehidupan berikut sebagai kehidupan yang sesungguhnya adalah kehidupan akhirat yang dimulai dengan dibangkitkannya semua makhluk dari ‘alam al-Barzakh, setelah dunia ini dihancurkan dan kehidupan dunia ini berakhir secara keseluruhan (yawm al-Qiyamah). Kehidupan dilanjutkan dengan dikumpulkannnya seluruh makhluk (jin, iblis, syetan, manusia dan malaikat) di sebuah tempat yang lazim disebut ‘alam al-Mahsyar. Setiap manusia, di ‘alam al-Mahsyar, menunggu kesimpulan akhir dari seluruh perilakunya ketika di dunia (mizan al-‘Amal) dan keputusan Allah tentang nasibnya, kemudian apakah berhak menjadi penduduk sorga atau sebaliknya menjadi teman iblis dan syetan di neraka.

BACA JUGA:  40 Tahun Dagang Cuwing

Saat-saat penantian di ‘alam al-Mahsyar tidak seorang pun manusia yang memiliki kemampuan untuk menolong dirinya sendiri, kecuali amal ibadahnya, terlebih-lebih menolong orang lain. Tetapi, Allah SWT yang Maha Adil kemudian memperlihatkan betapa keistimewaan Nabi Muhammad SAW sebagai satu-satunya makhluk Allah yang paling sempurna dan paling berwenang memberikan pertolongan (syafa’at al-‘Udzma) bagi para pelaku dosa, terutama umat Islam yang benar-benar mencintai dan itba’ al-Rasul.

Rasulullah SAW, atas wewenang Allah, berkenan berdiri di sisi shirat al-Mustaqim. Rasulullah SAW berkenan memberikan syafa’at kepada setiap manusia membutuhkan syafa’atnya. Kemuliaan Rasulullah SAW sebagai makhluk paling sempurna dan dimuliakan Allah, sangat tampak dalam proses pemberian syafa’at.

Rasulullah memberikan kewenangan para sahabat beliau, para syuhada’ dan para ulama untuk memberikan syafa’at kepada siapapun yang dikehendaki mereka. Berkat syafa’at Rasulullah SAW ummat Islam dapat melewati shirat al-Mustaqim dengan selamat, sesuai kadar keimanan dan ibadah, sehingga sampai ke sorga Allah SWT. Bagi ummat beriman kehidupan yang hakiki dan abadi adalah di sorga. Sementara orang-orang yang membangkang (kufur) atau menseskutukan Allah (syirik), mereka selamanya menetap di neraka.[]

*Penulis adalah Guru di berbagai wahana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *