Ilustrasi
CIREBON (CT) – Cirebon sekali lagi memang menyimpan banyak cerita masa lalu yang kaya akan edukasi. Banyak tempat-tempat bersejarah dengan sejuta misteri yang mampu menarik hati. Dan, berbicara Cirebon maka erat kaitannya dengan Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, seorang wali sakti mandraguna.
Kini, namanya tersemat dalam sebuah wilayah bernama Gunung Jati atau Giri Amparan Jati, Cirebon terletak di desa Astana kecamatan Sunan Gunung Jati, Cirebon. Tepatnya bila dari arah kota Cirebon menuju utara ada disebelah kanan. Persisnya bersebrangan dengan Gunung Sembung yang menjadi tempat makam para leluhur Cirebon.
Di Gunung Jati ada nama sebuah tempat bernama Puser Bumi. Konon, Pulau Jawa sebelum ajaran Islam berkembang, adalah merupakan hutan rimba yang sangat angker. Penuh dengan rawa yang banjir. Ditumbuhi banyak pepohonan besar dan semak belukar yang lebat. Pada suatu masa di jaman Nabi Isa Al Masih, di salah satu puncak gunung, hiduplah seorang pertapa bernama Pendeta Bageral Banjir.
Dipercaya bahwa gunung tersebut adalah Gunung Ciremai. Dan hanya pertapa sakti mandraguna pilihan Sanghyang yang dapat tinggal di puncak gunung ini.
Gunung Cerme atau Ceremai mempunyai ketinggian 3.078 Mdpl, merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat. Gunung Ciremai ada yang menyebut cerme, ada yang seringkali menamakan “Ceremai”) secara administratif termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Cirebon, Kuningan, dan Majalengka, Provinsi Jawa Barat.
Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat yang beradius 400 m terpotong oleh kawah timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian sekitar 2.900 m dpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet. Sang Pendeta melakukan tapa demi meminta kepada Sanghyang Maha Tunggal supaya diberikan ilmu Wijihing Srandil dan kesempurnaan hidup.
Lima belas tahun sudah Pendeta Bageral Banjir bertapa di puncak Gunung Ciremai. Tak sia-sia, keinginannya dikabulkan oleh Sanghyang Maha Tunggal. Bersamaan dengan Raga Sukma, ilmu Wijihing Srandil merasuk ke tubuh Pendeta Bageral Banjir. Sang Pendeta langsung merasakan tubuhnya menggigil kedinginan, dan akhirnya pingsan tak sadarkan diri.
Bersamaan dengan itu, tanpa disadari oleh Pendeta Bageral Banjir, Gunung Ciremai mendadak meletus dahsyat. Puncak Gunung Ciremai itu ambrol, terlepas, terpental melesat jauh ke awang-uwung (angkasa) dan akhirnya jatuh ke laut.
Puncak Gunung Ciremai itu terombang-ambing di perairan laksana perahu dihantam ombak badai. Sementara itu, tubuh Pendeta Bageral Banjir telah raib. Hilang tanpa bekas, bak pindah ke dimensi lain. Sekian ratus tahun berlalu, Puncak Gunung Ciremai masih terombang-ambing di laut.
Saat itu, datanglah Sunan Gunung Jati ke puncak gunung yang terombang-ambing itu. Memperhatikan dengan seksama, kemudian meyakini bahwa tempat inilah yang dicarinya. Itulah petilasan tempat bertapa Pendeta Bageral Banjir. Segera orang tersebut menuntaskan tapa yang pernah dilakukan Sang Pendeta. Puncak gunung yang semula terombang-ambing di tengah laut, mendadak diam dan berubah menjadi tanah (daratan) biasa.
Di tempat tersebut, orang tersebut mendirikan rumah gubuk dan bermukim. Kegiatannya di rumah gubuk ini, hanya beribadah. Orang tersebut yakin akan tempat yang dipilihnya ini. Orang ini selalu berdoa memohon petunjuk guna mengembangkan ajaran Islam di Pulau Jawa.
Tengah khusuk berdoa, tiba-tiba Sunan Gunung Jati dikejutkan oleh suara tanpa rupa. Suara itu keluar dari pepohonan. Suara itu berkata bahwa tempat ini kelak akan menjadi tempat tujuan dan pusat (puser) berkembang-luasnya Agama Islam. Hal ini semakin memantapkan niatnya untuk tetap tinggal selamanya di tempat ini.
Kini, Gunung Jati menjadi tujuan banyak wisatawan untuk berwisata sejarah dan religi ke Cirebon sembari menikmati kuliner dan keseniannya. (Net/CT)
Komentar