Memilih Pemimpin Daerah yang Peduli Pertanian dan Lingkungan

Oleh JAKA SULAKSANA

PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) serentak di Tahun 2018 seperti biasa memunculkan berbagai harapan baru akan perubahan, akan tetapi juga memunculkan skeptisme atau pesimistis akan harapan baru (new hope) tersebut.

Sudah bukan rahasia lagi jika publik menganggap banyak calon-calon pemimpin yang hanya memberikan janji-janji kosong belaka. Mereka hanya butuh rakyat ketika masa kampanye. Ketika pemilihan usai, mereka terpilih menjadi pemimpin daerah, janji semasa kampanye pun seperti menguap entah kemana. Fenomena seperti ini terjadi terus menerus berulang kali setiap ada pemilihan dilaksanakan. Herannya, sebagian besar rakyat awam seperti memaafkan begitu saja hal tersebut ketika mereka telah menerima sedikit “pemberian” dari para calon di saat kampanye.

Tapi tentu tidak bagi sebagian masyarakat yang lain, terutama kalangan yang ‘melek’ dan berpendidikan. Ada tanggung jawab untuk menyampaikan tuntutan hati nurani dari masyarakat yang terabaikan di atas.

Mereka yang berada di pedesaan, daerah pinggiran, para petani, pedagang kecil, dan masyarakat yang tidak mampu. Isu strategis yang menjadi isu hangat semasa kampanye, terlebih janji kampanye sudah semestinya diwujudkan untuk kesejahteraan sebesar-besarnya bagi masyarakat. Isu hangat dan strategis yang seharusnya muncul ketika pilkada akan tetapi selalu terabaikan di antaranya adalah isu pertanian dan lingkungan.

Dari tahun ke tahun kondisi petani dan pertanian secara umum tidak beranjak signifikan. “Involusi pertanian” kerap terjadi, kondisi di mana tidak ada pertumbuhan dan cenderung stagnan. Seperti berjalan di tempat. Pertanyaan mendasarnya, apakah harus ini terjadi terus menerus? Kapan petani dan keluarganya dapat hidup lebih sejahtera lagi. Permasalahan harga beras yang tak kunjung usai di mana petani padi sangat sulit mendapatkan harga yang pantas, harga cabai dan bawang yang fluktuatif, impor pangan yang merugikan petani, akses permodalan yang susah merupakan segelintir permasalahan yang kerap menjadi makanan sektor pertanian dan yang paling ironis, adalah ketika generasi muda sudah tidak tertarik lagi untuk terjun menekuni dunia pertanian.

BACA JUGA:  Disnakertrans Sebut UMK Rp 1.415.000 Sudah Final

Para petani dengan kelompok taninya hanya lah ‘lumbung’ suara bagi para calon pemimpin, tak lebih dari itu. Sayangnya petani dengan sikap “nrimo”nya menerima dan tabah menjalani semua ini. Tentu bukan salah total mereka ketika mereka tidak mampu beranjak dari kesempitan hidup, tapi kelompok masyarakat yang lain harusnya ikut memikirkan solusi, terlebih seorang pemimpin yang semestinya menjadikan hal tersebut pekerjaan rumah yang besar yang wajib dituntaskan.

Isu lain yang tidak kalah pentingnya dari isu pertanian adalah masalah lingkungan. Kondisi sektor ini mirip dengan sektor pertanian, kalaupun tidak disebut lebih buruk kecenderungannya. Dalam beberapa dekade terakhir, isu pembangunan berkelanjutan sudah sering didengungkan. Sebuah konsep pembangunan yang menitikberatkan pada pentingnya keberlanjutan lingkungan dan sumberdaya alam yang dapat bermanfaat tidak hanya untuk generasi saat ini, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Konsep pembangunan ini menuntut pemahaman yang menyeluruh akan kedudukan penting dari pengelolaan lingkungan, dan berbagai dampak dan konsekuensi jika terjadi disorientasi dan mismanajemen dari pengelolaan ligkungan hidup bagi umat manusia.

Bencana alam yang terjadi di berbagai daerah, seperti banjir dan longsor merupakan salah satu atau dua dari sekian dampak mismanajemen lingkungan. Pencemaran lingkungan baik yang berasal dari limbah industri maupun limbah rumah tangga, menggunungnya sampah dan adanya ancaman atau bahaya sampah plastik bagi kehidupan, merupakan sekian isu strategis dari lingkungan.

Semestinya calon pemimpin daerah memahami hal tersebut, dan berusaha mencari dan memberikan solusi bagi permasalahan-permasalahan tersebut. Bukankah “green development” sudah menjadi isu dunia? Tentu akan lebih baik jika “green development” pun terimplementasi di daerah-daerah.

Dua isu ini hanyalah salah satu dari sekian isu strategis yang mesti diangkat oleh para calon pemimpin daerah. Hanya saja, dua isu ini menjadi lebih spesial karena mewakili hajat hidup sebagian besar calon pemilih, dan selalu menjadi isu yang terabaikan ketika bicara implementasi dan signifikansi dampaknya bagi masyarakat.

BACA JUGA:  Smart City

Di budaya “patron-client” yang masih kental seperti di negara kita ini, tentu akan lebih efektif jika para tokoh masyarakat, terlebih para calon pemimpin daerah ikut secara aktif mengkampanyekan sekaligus menjadikannya isu strategis dalam pengelolaan pembangunan, sehingga sangat penting adanya bagi masyarakat untuk memilih calon pemimpin yang peduli masalah pertanian dan lingkungan. []

*Dosen Tetap Fakultas Pertanian Universitas Majalengka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *