Ini Pembelaan Pengacara AS, Terdakwa Kasus Korupsi Dana CSR BUMN PT Sanghyang Sri

Ilustrasi

Majalengkatrust.com – Persidangan dugaan kasus korupsi dana CSR BUMN PT Sanghyang Sri, dengan terdakwa Wakil Ketua DPRD Kabupaten Majalengka dari Fraksi Gerindra, AS, sudah memasuki agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi ahli yang diajukan pihak terdakwa di Pengadilan Tipikor Bandung.

Menurut keterangan pengacara AS, Cepi Pamungkas dalam siaran pers yang diterima Majalengkatrust.com, Kamis (08/12), sesuai keterangan Prof. DR Nandang Sambas, SH, MH Guru Besar Hukum pidana Unisba mengatakan, berdasarkan UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK Pasal 8 ayat 4 bahwa, hasil pemeriksaan BPK harus dijadikan dasar penyidikan.

“Bahwa penetapan terdakwa AS ini satu tahun empat bulan sebelum adanya perhitungan LHP BPK, bahkan sampai saat ini LHP BPK tersebut tidak ada, dengan demikian dakwaan JPU tersebut tidak memiliki kepastian hukum,” kata Cepi Pamungkas.

Dikatakan dia, sehubungan dengan Pasal 55 KUHP dalam dakwaan, bila dikaitkan dengan pasal 143 KUHAP ayat 2 huruf a, dalam dakwaan tersebut tidak dijelaskan dengan rinci tentang peran masing-masing pihak.

“Dengan demikian, dakwaan tersebut bertentangan dengan pasal 55 KUHP. Oleh sebab itu, tidak bisa dijadikan dasar,” ungkap Cepi.

Dalam dakwaan halaman 10, lanjut Cepi, disebutkan bahwa terdakwa mengajukan proposal pinjaman yang bukan ditandatangani terdakwa. Selain itu, fakta hukum dipersidangan berdasarkan keterangan saksi Eka dan saksi Dadang Supriatna, Senior Manager BUMN PT SHS bahwa yang membuat proposal tersebut dirinya, atas perintah saudara Wakil Manager Lapangan PT SHS dan tidak ada keterlibatan terdakwa AS.

“Bila dikaitkan dengan pasal 143 KUHAP, pendapat ahli atas dakwaan tersebut bahwa tanggung jawab tidak bisa dibebankan kepada terdakwa AS, terdakwa harus dibebaskan atau tidak bisa diminta pertanggungjawaban atas perbuatan orang lain,” papar Cepi.

Cepi mengungkapkan dakwaan tersebut hanya didasarkan kepada hasil audit akuntan publik Gatot Victor, yang belum dilaporkan kepada BPK sebagaimana amanat UU No 15 tahun 2006 pasal 6 ayat 4.

“Padahal penyampaian hasil audit tersebut wajib agar dapat dievaluasi oleh BPK. Atas hal tersebut hasil audit BPK tidak bisa dijadikan dasar oleh Kejaksaan Negeri Majalengka, karena bertentangan dengan UU BPK,” tegas Cepi.

Cepi mengungkapkan berdasarkan dakwaan kliennya atau terdakwa AS, diduga telah memperkaya diri sendiri dengan nilai kerugian negara Rp 1,5 Miliar. Tapi fakta hukumnya tidak ada harta kekayaan terdakwa yang disita sebagai bukti hasil dugaan kejahatannya. Dengan demikian, maka secara hukum itu cukup membuktikan bahwa tidak ada perbuatan memperkaya diri sendiri tersebut.

“Dalam pokok-pokok hukum pidana, perbuatan perdata tidak mungkin bisa menjadi sebuah tindak pidana, apabila dikaitkan berdasarkan fakta hukum di persidangan,” tegas Cepi.

Sementara itu Wakil Ketua DPRD Majalengka yang berstatus terdakwa AS merasa puas, telah menyampaikan pembelaannya di depan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung.

Sementara itu salah satu JPU (Jaksa Penuntut Umum) Mahdi Suryanto mengatakan, setelah agenda mendengarkan saksi-saksi ahli yang meringankan dari terdakwa AS, agenda persidangan selanjutnya JPU akan menyampaikan penuntutan.

“Kalau hakim memvonis di bawah tuntutan kita akan banding,” ungkapnya. (Abduh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *