Citrust.id – Kecewa dengan regulasi penyaluran Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), belasan pengurus DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kuningan datangi DPRD Kuningan, Jumat (18/3).
“September lalu, Mendagri Tito Karnavian mengumumkan Kabupaten Kuningan sebagai kabupaten miskin ekstrem dengan indeks kemiskinan 6,36 persen. Hal ini menjadi penyebab banyaknya pertanyaan bagi pemangku kebijakan tentang keseriusan membangun Kuningan,” terang Hendra Nur Rochman, Juru Bicara GMNI Kuningan, saat audiensi bersama Ketua Komisi IV DPRD Tresnadi, Aleg Deki Zaenal, Sekda Kuningan, serta DKPD terkait.
Dikatakan Hendra, usai FGD pada November 2021, pihaknya meminta eksekutif dan legislatif segera memberikan solusi agar Kuningan keluar dari lingkaran miskin ekstrem di Jawa Barat. Hingga kini belum ada kabar pemkab mampu menarik keluar Kuningan sebagai kabupaten miskin ekstrem. Yang ada justru terdengar permasalahan-permasalahan di masyarakat.
“Kami yakin, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki bisa menjadi kado akhir tahun 2021 agar Kabupaten Kuningan keluar dari lingkaran miskin ekstrem,” tandasnya.
Namun, saat pandemi Covid-19 belum berakhir, pihaknya menyayangkan berbagai dinamika terjadi. Seperti bantuan sosial BPNT periode Januari-Maret telah disalurkan kepada masyarakat, tetapi tak jarang menimbulkan permasalahan di masyarakat. Ditambah lagi adanya isu pertemuan antara aleg Kuningan dengan kades soal pengkondisian pengarahan pembelanjaan dana BPNT.
“Permensos Nomor 20 Tahun 2019 tentang BPNT Bab V tentang Tenaga Pelaksana BPNT menjelaskan, koordinator wilayah, koordinator daerah kabupaten/kota, dan pendamping sosial bantuan sosial pangan dilarang untuk mengarahkan, memberikan ancaman, atau paksaan,” jelasnya.
Pihaknya pun menemukan KPM BPNT melakukan pembelanjaan di e-warong tertentu, membeli bahan pangan tertentu di e-warong atau membeli bahan pangan dalam jumlah tertentu di e-warong.
“Observasi kami di Desa Paninggaran, Kecamatan Darma, menemukan adanya pengkondisian oleh pihak desa untuk berbelanja di salah satu e-warong, bahkan ada indikasi intimidasi oleh desa kepada masyarakat. Beberapa desa di wilayah Darma pun sama. Seolah-olah sudah sistematis dan terintegrasi satu sama lain,” ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kuningan, Dian Rachmat Yanuar, mengucapkan terima kasih atas adanya suara dari para mahasiswa yang mempertanyakan soal upaya pemerintah dalam penanganan kemiskinan.
“Persoalan kemiskinan itu bukan tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga butuh kerja bareng dari semua pihak, termasuk akademisi, yakni rekan-rekan mahasiswa,” ungkap Sekda.
Sekda membenarkan angka kemiskinan di Kuningan masih tinggi. Namun, hal itu tidak terjadi di Kabupaten Kuningan. Pihaknya akan terus meminta SKPD terkait untuk lebih mengoptimalkan upaya penanganan kemiskinan. Saat ini, pihaknya juga tengah berupaya mmenurunkn indeks kemiskinan di Kuningan.
“Kami telah mampu menurunkan indeks kedalaman. Saya kira patut juga dihargai. Dengan turunnya indeks keparahan dan kedalaman ini, berarti kita sudah melangkah dalam rel yang benar,” sebut Dian. (Andin)
Komentar