Citrust.id – Sengketa warga terdampak pembangunan proyek strategis nasional, Bendungan Cileweung Kuningan, yang telah digulirkan sejak tahun 2014 mendapat tanggapan anggota Komisi III DPRD Kuningan, Sri Laelasari.
Sri menuturkan, pembangunan bendungan Kuningan berdasarkan penetapan lokasi nomor:593/ KPTS. 244- Tapem/ 2019, tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Bendungan Kuningan. Pembangunan itu membutuhkan lahan luas 302,26 hektare dan berlokasi di enam desa di dua kecamatan.
“Namun, hingga saat ini, masih ada warga terdampak yang belum mendapatkan hak layak hidup dengan fasilitas kenyamannya,” ungkap Sri, Senin (15/2).
Sebab belum lama ini, pihaknya menerima, lahan untuk relokasi masyarakat Desa Kawungsari telah tersedia di wilayah Desa Sukarapih, Kecamatan Cibeureum. Luasnya 10 hektare dan sudah disiapkan 444 Unit rumah khusus beserta fasilitas umum dan fasilitas sosialnya.
“Nah, pembangunan rumah untuk warga satu desa di sana mungkin selesai. Namun, warga desa lainnya bagimana? Pada tahun 2019 sudah terbangun 25 unit dan pada 2020-2021 sedang dalam proses pembangunan sebanyak 419 unit,” ucap Sri.
Ia menilai, pencapaian Pemkab untuk mensukseskan program tersebut baru mencapai 55 persen. Keseriusan pemkab dalam mensukseskan program pemerintah pusat, yaitu Mega Proyek Waduk Kuningan pun dipertanyakan.
“Melihat perjuangan warga di sana tentu menyentuh hati. Bagaimana tidak, mereka menuntut tidak lebih untuk bertahan hidup dengan layak dan nyaman,” ujarnya.
Sri mengungkap bahwa legislatif sangat terbuka dalam membantu pemerintah daerah dalam penanganan warga terdampak sekarang. Sebab pembangunan waduk Kuningan ini merupakan penambahan aset Pemkab yang memiliki banyak kebaikan.
“Dari pembangunan itu jelas ada kebaikan terhadap pemerintah dan warga kedepan. Namun, untuk hal berbau sengketa akibat dampak pembangunan waduk Kuningan ini segera dibereskan,” katanya.
Menyinggung solusi yang mesti dilakukan pemerintah, kata Sri, itu bisa dilakukan oleh instrumen pemerintah sebagai eksekutif dalam penyelenggaraan negara di daerah.
“Solusinya, minimal pemerintah terbuka saat mengemukakan polemik tersebut. Sebab kasus itu bukan semata tanggungjawab pemda. Di sana itu masuk wilayah Kementerian PU dan BBWS serta BUMN yang mengerjakan proyek tersebut,” katanya.
Kadis PKPP Kuningan, Putu Bagiasna, mengungkapkan, beberapa unit rumah bagi warga yang terdampak di desa tersebut telah siap, dengan sifat Hak Guna Pakai.
“Namun, saat ini, belum bisa ditempati, sebelum pembayaran ganti tanah itu selesai. Kunci perumahan itu masih ada di saya. Perumahan masih atas nama Kadis PKPP Kuningan,” ujarnya.
Putu menjelaskan, ditundanya pemberian kunci rumah karena pihaknya ingin memastikan hak ganti tanah warga seluruh dibayar oleh pemerintah.
“Saya hanya membantu memastikan hak 444 kepala keluarga bisa terbayar. Sedangkan untuk pembayaran penggantian tanah itu sendiri berada di PPK yaitu di ATR/BPN,” ujarnya.
Proses pembangunan Bendungan Kuningan sudah mencapai 94 persen. Tinggal menyelesaikan pembangunan Pluging (klep katup) pembuka tutup air di (outlet gate) saja.
“Dari 385 bidang tanah di Desa Kawungsari, terdapat 373 bidang,12 bidang yang belum setuju. Itu menjadi urusan Elman. Jadi tinggal dibayar saja itu. Tanah masyarakat lain lagi dengan aset desa Kawungsari juga sudah,” ujarnya.
Di Desa Randusari sedikitnya ada sembilan bidang. Tanah timbul itu pada saat Sungai Cikaro tak berair, tapi kalau Sungai Cikaro berair, tanah itu jadi tenggelam. Yang jadi masalah, tanah timbul tenggelam itu ada SPPT-nya dan pertanda ada yang memiliki. Jadi mau tidak mau ya harus dibayar.
“Ini sedang dipertimbangkan oleh bupati. Saya minta pada bulan-bulan ini sudah selesai pembayarannya,” katanya. (Haris)