Warga Kabupaten Majalengka Keluhkan Kenaikan PBB Capai 100 Persen

MAJALENGKA (CT) – Sejumlah warga Kabupaten Majalengka mengeluhkan kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dipungut Pemerintah Kabupaten Majalengka tahun 2016, yang mencapai 100 persen kenaikannya.

“Alasan pihak pemungut dari Desa, kenaikan terjadi tiap tahun sejak tahun 2014 sampai sekarang dengan tarif kenaikan tiap tahun mencapai 100 persen,” kata Hasan warga Desa Jatipamor, Kecamatan Talaga, Kabupaten Majalengka, Kamis (21/07).

Selain itu Hasan mengungkapkan, pihaknya keberatan karena posisi tanah miliknya adalah tanah sawah dan terletak jauh dari jalur transportasi atau jalan raya umum, bahkan letaknya berada persis pinggir sungai.

Hal senada dikeluhkan Enju Jumani warga blok Rebo Desa Maja Selatan, Kabupaten Majalengka yang merasa keberatan dengan kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang mencapai 100 persen.

“Saya pertanyakan kenaikan PBB ini, bahkan mempertanyakan tarif NJOP yang dinilai lebih mahal ketimbang objek pajak yang posisinya dipinggir jalan,” ungkap Enju.

Anggota DPRD Kabupaten Majalengka Dede Aif Mussofa mengatakan, Fraksi PPP DPRD Majalengka siap menampung keluhan masyarakat terkait kenaikan tarif NJOP Pajak Bumi dan Bangunan, yang kenaikannya tidak sesuai dengan Perda Nomor 2 tahun 2012.

“Sudah ada beberapa warga yang mengadukan keluhannya, diantaranya dari Kecamatan Maja dan Kecamatan Talaga,” ungkap Anggota Komisi II DPRD Majalengka ini.

Dede Aif mengatakan kenaikan PBB (pajak bumi dan bangunan) saat ini di Kabupaten Majalengka melanggar Perda Nomor 02 tahun 2012.

“Dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tentunya diperlukan berbagai upaya oleh Pemkab Majalengka, tentunya dengan mengoptimalkan semua potensi penghasil PAD. Sebagai salah satu penyumbang PAD, pajak bumi dan bangunan (PBB) dianggap sumber signifikan dalam upaya peningkatan PAD dimaksud,” kata Dede Aif.

BACA JUGA:  Heboh, Warga Tangerang Ditemukan Sekarat di Parit

Menurut dia, kenaikan PBB (pajak bumi dan bangunan) yang berlangsung terus menerus tiap tahun, barangkali dianggap solusi pemda Majalengka dalam rangka meningkatkan PAD dimaksud.

“Yang jadi persoalan adalah banyaknya keluhan keberatan dari masyarakat Majalengka yang terkena dampak akibat dari kenaikan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak),” ungkap politisi PPP ini.

Sejak Januari 2014, lanjut dia, tata kelola PBB (pajak bumi dan bangunan) diserahkan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah, termasuk di Majalengka. Hal ini sesuai dengan UU nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, sehingga pemda dalam hal ini memiliki kewenangan penuh dalam pengelolaan PBB.

“Dalam konteks lokal Majalengka, Perda nomor 02 tahun 2012 adalah landasan yuridis pengelolan PBB. Namun ketika terjadi kenaikan tiap tahun Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagai dasar nominal pajak ini ternyata tidak sesuai dengan Perda nomor 02 tahun 2012,” tegas Dede Aif.

Pasal 6 ayat (2) Perda nomor 02 tahun 2012, lanjut dia, menyatakan bahwa besarnya NJOP ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya.

“Yang jadi persolan adalah ketika semua wilayah di Kabupaten Majalengka mengalami kenaikan secara paripurna, dan bahkan kenaikannya hampir mencapai 100 persen. Barangkali tidak semua wilayah di Kabupaten Majalengka sedang mengalami perkembangan wilayah apalagi dalam konteks perkembangan ke arah yang lebih baik,” jelas dia. (Abduh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *