Citrust.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Majalengka punya strategi dalam penanggulangan penyakit Tuberculosis (TBC). Pemkab Majalengka sangat serius dalam melakukan penanggulangan penyakit Tuberculosis (TBC).
Salah satu strategi Pemkab Majalengka dalam penanggulangan TBC adalah keluarnya Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 16 tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Harizal Harahap, mengatakan demikian saat diwawancara citrust.id, Sabtu (28/5/2022).
Menurut Harizal, dalam penanggulangan, TBC pihaknya akan merambah jejaring, yaitu melibatkan pihak swasta.
“Ada penyuluhan, screening, dan edukasi. Puskesmas juga harus membuat jejaring dengan dokter praktik mandiri, klinik swasta, rumah sakit swasta. Ketika menemukan pasien TBC harus melapor,” jelasnya.
Sesuai Perbup 16 Tahun 2021, penemuan dan pengobatan dalam penanggulangan TBC pelaksananya adalab seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Meliputi puskesmas, klinik, dan Dokter Praktik Mandiri (DPM). Selain itu, Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) yang meliputi rumah sakit pemerintah, non-pemerintah, dan swasta, serta Rumah Sakit Paru (RSP).
“Kabupaten Majalengka memiliki 37 faskes layanan pengobatan TBC. Terdiri dari 32 puskesmas, dua RSUD, dua RS swasta, dan satu di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B,” ungkap Harizal.
Sub Koordinator P2PM Dinkes Kabupaten Majalengka, Dede Pranoto, menambahkan, penemuan kasus TBC melalui Strategi Pelacakan Kasus Secara Aktif melibatkan jejaring kerja dan kemitraan, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat.
“Khusus untuk di Lapas, screening sebanyak dua kali dalam setahun, dengan bantuan puskesmas Majalengka kota dan Puskesmas Munjul. Petugas klinik yang ada di lapas melakukan screening rutin setiap ada narapidana baru,” paparnya.
Dede mengungkapkan, pada tahun 2020, di Kabupaten Majalengka ada 1.862 kasus TBC. Pada tahun 2021 ada 1.724 kasus dan triwulan I tahun 2022 sebanyak 555 kasus dengan terduga 4.445 orang.
“Biaya pengobatan bisa memakai BPJS Kesehatan. Pengobatannya bisa di semua puskesmas dan rumah sakit. Yang tidak punya BPJS Kesehatan bisa masuk PBI yang biayanya dari APBD melalui Dinas Sosial,” ungkapnya.
Pranoto mengungkapkan, pada Juni tahun 2022, pihaknya akan melakukan perjanjian kerja sama dengan pihak swasta untuk penanggulangan TBC. Kerja sama itu guna melindungi masyarakat dari penularan TBC, dan menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TBC. Di samping itu, mengurangi dampak sosial, budaya, dan ekonomi akibat TBC pada individu, keluarga, dan masyarakat.
Sementara itu, Wasor TBC Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Nunung Nurhayati, memaparkan, strategi penanggulangan TBC meliputi manajemen program TBC, peningkatan akses layanan TBC yang bermutu, pengendalian faktor risiko.
Di samping itu, peningkatan kemitraan TBC. melalui forum koordinasi TBC. Selanjutnya peningkatan kemandirian masyarakat dalam Penanggulangan TBC serta penguatan manajemen program (health system strenghtening).
“Kami melakukan promosi kesehatan, surveilans TBC, pengendalian faktor risiko, penemuan dan penanganan kasus TBC, pemberian kekebalan, pemberian obat pencegahan, dan pengobatan TBC,” ungkap Nunung.
Ia mengungkapkan, pihaknya juga melakukan kemitraan program TBC dapat melibatkan lembaga swadaya masyarakat untuk membantu menemukan dan mengawasi pengobatan pasien TBC, sehingga tuntas dalam pengobatan.
Nunung mengatakan, peran serta masyarakat bisa berupa memberikan penyuluhan ke masyarakat setempat, memberikan motivasi ke pasien dan keluarga untuk melakukan follow up dahak dan pengobatan sampai sembuh.
Selain itu, membantu menemukan terduga dan kasus TBC, melaksanakan pemantauan setempat. Bisa juga melaporkan kepada petugas apabila ada terduga TBC dan bersedia dilakukan pemeriksaan dan dirujuk serta diobati sesuai standar operasional yang berlaku.
“Pemerintah daerah yang bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya pengendalian TBC secara komprehensif,” tuturnya.
Nunung menegaskan, puskesmas, rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak melaksanakan kewajiban dalam penanggulangan TBC dapat kena sanksi administrasi.
“Sanksinya bisa teguran lisan maupun tertulis pencabutan izin,” tandasnya. (Abduh)