Setia Kawan

Oleh DADANG KSUNANDAR*

PERANG mempertahankan kemerdekaan yang terjadi dari tahun 1945 hingga tahun 1948, mengakibatkan permasalah sosial semakin bertambah jumlahnya. Kementerian Sosial menyadari bahwa untuk menanggulangi dan mengatasi permasalahan sosial tersebut diperlukan dukungan menyeluruh dari unsur masyarakat.

Oleh sebab itu, maka pada bulan Juli 1949 di kota Yogyakarta, Kementerian SosiaL mengadakan Penyuluhan Sosial bagi tokoh-tokoh masyarakat dan Kursus Bimbingan Sosial bagi Calon Sosiawan atau Pekerja Sosial, dengan harapan dapat menjadi mitra bagi pemerintah dalam menanggulangi dan mengatasi permasalahan sosial yang sedang terjadi.

Di atas adalah ulasan Dian Apita Sari dari Universitas Malahayati Bandarlampung. 68 tahun kemudian, hari ini 20 Desember 2017 kesetiakawanan sosial bukan hanya berlaku pada satu bangsa. Melainkan antarbangsa. Seluruh anak bangsa di dunia sepakat pada pentingnya mengikat kesetiakawanan sosial sebagai bukti bahwa manusia (di mana pun dan siapa pun) adalah mahluk yang saling memiliki ketergantungan. Berdasar ketergantungan itulah, satu dengan lainnya membangun komunitas dunia yang damai.

Kesetiakawanan sosial pun berkembang mengikuti laju teknologi digital. Kini untuk mewujudkannya tidak perlu harus tatap muka lagi. Komunikasi intens melalui media sosial banyak berhasil menggerakkan kesetiakawanan sosial. Berbagi kasih untuk korban bencana alam, donasi pendidikan dan kesehatan, atau yang paling sederhana: membantu mengatasi teman yang tengah dilanda kesulitan ~merupakan manifestasi kesetiakawanan sosial melalui media sosial.

Dengan kata lain kesadaran berbagi di zaman kini mengalami masa keemasan. Hampir susah ditemui orang yang sulit atau enggan membantu orang lain. Juga makin sedikit orang yang dijuluki pelit. Pada umumnya keinginan berbagi kasih antarsesama dimaknakan (dan berawal) dari ajaran agama.

Kelas menengah kota sepulang melaksanakan ibadah umroh dan atau haji dapat digolongkan ke dalam komunitas yang memiliki kesetiakawanan sosial yang tinggi. Dan demikian pula komunitas setingkat di bawah kelas menengah kota. Kesetiakawanan sosial terus terbentuk serta kian memperlihatkan geliatnya. Praksisnya satu dengan lain berupaya menghilangkan sekat perbedaan.

BACA JUGA:  Mengenal KRI Dr Soeharso, RS Terapung Kebanggaan Indonesia

Berbagai badan/ lembaga dunia terus mengalirkan dana sosialnya ke negara mana pun. Pendiri lembaga-lembaga itu biasanya tidak lain ialah kapitalis, alias orang yang biasa dituding dengan julukan buruk. Kekayaan yang diperoleh hingga berdarah-darah akhirnya disumbangkan bagi orang miskin. Pembaca bisa menelusur para taipan ini melalui video motivasi di chanel youtube.

Kesetiakawanan sosial sejatinya bermula dari kemampuan menyelaraskan pikir dan dzikir. Kemampuan itu tidak semata-mata berakhir pada nominal kekayaan atau finansial secara pisik. Juga bukan pada kedudukan sosial seseorang. Akan tetapi dia dibentuk dari spiritualitas. Energi terdalam yang menggerakkan tubuh. []

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *