Cirebontrust.com – Polemik proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 Cirebon berlanjut, setelah sebelumnya dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung pada April 2017 lalu dengan nomor putusan 124/G/LH/2016 telah memenangkan gugatan hukum masyarakat terdampak yang dilayangkan Desember 2016 silam terkait Izin Lingkungan.
Keputusan hukum tersebut menjadi berkekuatan hukum tetap atau incraht, setelah Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Jawa Barat selaku tergugat mencabut banding pada Agustus 2017 lalu, setelah sebelumnya pada April 2017 mengajukan permohonan banding ke tingkat pengadilan tinggi, yakni Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).
Akan tetapi, alih-alih proyek tersebut dihentikan, secara tertutup Pemprov Jabar melalui Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) menerbitkan Izin Lingkungan baru untuk pembangunan PLTU 2 Cirebon pada 17 Juli 2017.
Hal itu tentunya membuat geram masyarakat terdampak yang tergabung dalam komunitas Rakyat Penyelamat Lingkungan (Rapel). Rapel secara langsung meminta kepada Japan Bank International Cooperation (JBIC), selaku pendana pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 1000 megawatt itu agar melakukan investigasi secara mendalam.
Selain itu, Rapel meminta agar JBIC menekan pengembang (PT. Cirebon Energi Prasana) untuk menghentikan kegiatan pembangunan, sampai ada hasil investigasi yang dilakukan tersebut. Rapel juga menekankan kepada JBIC agar tidak dulu mengucurkan pendanaannya sebelum memastikan bahwa mereka sudah melakukan semua itu dan menaati peraturan serta perundang-undangan negara Indonesia.
“Karena JBIC sudah banyak mendengar persoalan dari pengembang, pemerintah dan kami. Karenanya, kami ingin JBIC melakukan investigasi langsung selama 6 bulan, untuk memastikan apakah benar JBIC sudah menjalankan aturan-aturan yang ada di Indonesia. Karena aktivitas pembangunan PLTU 2 berjalan dari 2015, tapi Izin Lingkungannya baru terbit 2017. Begitu pun PLTU 1, kegiatan pembangunan mulai 2007, Amdalnya baru dipersentasekan 2008,” ujar Moh. Aan Anwarudin, Direktur Rapel saat bertemu langsung para petinggi JBIC, di salah satu tempat Kota Cirebon, Kamis (19/10) kemarin.
Merespons tuntutan Rapel, JBIC mengaku siap melakukan investigasi, akan tetapi tidak diberlakukan rentan waktu tertentu. Selain itu, JBIC akan meneruskan persoalan ini kepada pengembang untuk dikonfirmasi kebenarannya. JBIC juga memastikan hingga saat ini, pihaknya belum mengucurkan pendanaan untuk pembangunan PLTU 2.
“Kami belum memberikan pinjaman. Kami masih memantau, karena itu kami tidak bisa menekan PT. CEPR untuk menghentikan kegiatan proyek. Tapi kami akan benar-benar memperhatikan persoalan yang disampaikan ini. Kami akan terus melakukan pengawasan,” ungkap Kanimatu, Kepala Divisi Investigasi Lingkungan JBIC.
Dalam pertemuan itu, dihadiri masyarakat terdampak tiga desa, yakni Kanci, Kanci Kulon, Kecamatan Astanajapura, dan Waruduwur, Kecamatan Mundu. Sedangkan JBIC diwakili oleh, kepala divisi bagian infrastruktur finansial pengembangan PLTU Cirebon, kepala investasi PLTU, kepala divisi investigasi lingkungan, divisi penyelidikan lingkungan, dan kepala kantor cabang JBIC Jakarta, serta lainnya. (CT-207)