JAKARTA (CT) – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dinilai oleh Pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, kurang menyukai formasi kabinet hasil reshuffle jilid II ini.
“Memang kursi menteri dari PDIP tidak berkurang, tapi orang-orang yang kurang mereka sukai tetap dipertahankan dan dimasukkan ke dalam kabinet oleh Presiden Jokowi, sehingga itu membuat PDIP tidak suka,” tutur Said kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (28/07).
Said menerangkan, dengan masih bertahannya menteri yang tidak disukai oleh PDIP seperti Menteri BUMN Rini Soemarno, maka sebagai salah satu bukti pengaruh PDIP mulai berkurang.
Presiden bukan saja tidak mau mendengar PDI-P dalam soal Rini, tetapi Presiden Jokowi bahkan mengangkat Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Sedangkan bagi PDI-P, Sri dianggap orang yang bertanggungjawab dalam kebijakan bailout kasus Century.
”Sri Mulyani dulu tidak disukai oleh PDIP, dulu waktu jadi menteri, PDIP galak ke Sri Mulyani, lalu Rini Soemarno juga menjadi orang yang tidak disukai,” tuturnya.
Said menjelaskan, kondisi yang semacam itu, sebetulnya kurang baik bagi Presiden, sebab bagaimanapun PDI-P adalah partai asal Presiden Jokowi, partai yang memungkinkan dirinya menduduki jabatan Presiden, bahkan saat ini menjadi pemilik kursi terbesar di DPR.
Selain itu terkait hanya diberikannya satu kursi kepada Partai Golkar di Kabinet. Dinilai agak ganjil juga. Sebab, walaupun terbilang sebagai pendukung baru Permerintah, fakta politik menunjukan Partai Golkar saat ini adalah pemilik kursi nomor dua terbanyak di DPR setelah PDI-P.
Dengan kekuatannya di parlemen itu, maka satu kursi Menteri Perindustrian untuk Airlangga Hartarto terasa kurang sebanding. Apalagi Golkar sudah mengagendakan untuk mengusung Jokowi sebagai Capres 2019-2024.
”Jatah kursi satu untuk Golkar juga pasti akan ada polemik,” tegasnya. (Eros)