Oleh DADANG KUSNANDAR*
NABI Muhammad saw jika berbicara pasti jelas bahkan sering diulang hingga tiga kali. Siapa pun yang menjadi pemimpin harus menguasai komunikasi. Artinya ucapan yang disampaikan harus dipahami oleh pengikutnya.
Sebagai pemimpin umat, Nabi Muhammad saw tidak pernah menutup komunikasi apa pun. Beliau sangat terbuka dan selalu menyampaikan komunikasi dengan Allah, meski terasa menyakitkan bagi istrinya, pamannya maupun keluarganya. Tidak ada ayat Qur’an yang disembunyikan oleh Nabi. Inilah komunikator terbaik yang pernah ada di dunia.
Menurut Sutejo Ibnu Pakar, pemimpin harus bisa memberi jalan keluar atas segala masalah yang dihadapi pengikutnya. Salah satunya adalah sifat fathonah yang tersemat pada diri Rasulullah. Menurut pengajar Syarah Al-Hikam di pengajian Rabu malam yang rutin digelar di PC NU Kota Cirebon, jangan banyak bicara tetapi lebih banyak berbuat atau memberikan contoh. Jangan bicara tidak perlu.
Bahasa/ komunikasi yang digunakan Nabi sesuai dengan bahasa kaumnya. Ini telah diterapkan oleh Majelis Wali Sanga. Islamisasi Jawa dilakukan dengan pendekatan psikologi kultural. Bukan secara rasional. Inilah alasan kenapa sebaran Islam berhasil menjejak di seluruh Indonesia hingga kemudian dikatakan Islam Nusantara.
Bahasa kaumnya dapat dianalogikan kenapa Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab. Ini menyangkut lokasi perutusan/ kerasulan. Boleh jadi jika Nabi Muhammad diturunkan di Nusantara maka bahasa Nusantara yang terpilih.
Lebih jauh disampaikan Kang Tejo, Sidharta Gautama diturunkan di India maka bahasa kaumnya adalah Bahasa Urdu. Begitu pula Lao Tse di China, Plato di Yunani dan lain-lain. Semua nabi menyampaikan risalah dengan bahasa kaumnya/ bahasa lokal.
Bahasa Qur’an bersumber dari Bahasa Semit. Bahasa yang bersumber dari Sam putra Nabi Nuh. Bahasa Qur’an mengungguli semua corak bahasa Arab sehingga tidak semua orang Arab memahami Bahasa Qur’an. Bahasanya mengandung unsur sastra paling tinggi.
Yang menarik di abad ketujuh Masehi, budaya Nusantara lebih unggul dibanding budaya Arab. Saat itu di Nusantara telah berdiri beberapa kerajaan Hindu dan Budha. Agaknya inilah alasan perutusan/ kerasulan diturunkan di Arab. Qur’an menyebut bahwa Nabi diutus untuk memuliakan ahlak manusia.
Pemimpin harus memilki kearifan lokal untuk seterusnya berpikir global. Dengan demikian pemimpin yang baik pasti menjadi idola. Dan satu-satunya idola yang pas tidak lain adalah Rasulullah Muhammad saw. Uswatan hasanah alias pemberi contoh/ perilaku yang baik hanyalah Rasulullah. Maka untuk menjadi pemimpin harus bermula dari ahlak yang mulia. []
*Penulis lepas, tinggal di Cirebon.