Citrust.id – Komisi I DPRD Kota Cirebon melakukan monitoring ke komplek pemakaman warga Tionghoa atau Kutiong di wilayah Wanacala, Kelurahan Harjamukti Kota Cirebon, Senin (3/2) pagi.
Pada monitoring tersebut, hadir perwakilan dari kelurahan dan Kecamatan Harjamukti serta Yayasan Cirebon Sejahtera. Monitoring tersebut dilakukan karena banyaknya bangunan yang diduga liar. Karena kawasan tersebut sudah ditetapkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Ketua Yayasan Cirebon Sejahtera, Hadi Susanto Salim mengakui banyak kuburan yang dibongkar untuk dijadikan bangunan. Sedangkan perizinannya belum tentu ada.
“Pemkot Cirebon harus segera bertindak, agar segera dipagar. Setelah selesai saya ingin mengajak masyarakat sekitar, untuk dijadikan RTH. Terserah masyarakat akan menanam apa, yang penting menghasilkan. Nanti hasilnya akan dikembalikan kepada masyarakat,” ujarnya.
Hadi juga mengakui, siap untuk mengelola komplek pemakaman warga Tionghoa ini. Namun perlu ada dukungan dari Pemkot Cirebon. Pihaknya akan siap membantu, karena hasil akhirnya akan dijadikan wisata religi.
“Luas wilayah 25-30 hektar. Terserah Pemkot Cirebon akan memberikan anggaran berapa, yang penting kita pagar terlebih dahulu, agar bangunan tidak bertambah,” katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi I, Edi Suripno SIP MSi mengatakan, pada periode lalu DPRD Kota Cirebon pernah mengumpulkan semua pihak terkait guna membahas persoalan itu.
“Sehingga saat itu, sepakat bahwa komplek pemakaman warga Tionghoa di-status quo-kan dan menghentikan semua kegiatan yang ada. Tidak ada bangunan, apalagi memperjualbelikan,” paparnya.
Edi juga meminta agar pemerintah setingkat kelurahan dan kecamatan tidak mengeluarkan surat apapun, terkait pembangunan di kawasan makam, bahkan memberikan surat izin.
“Secara yuridis, tanah ini bukan untuk dijualbelikan atau diubah fungsinya, sampai pihak yayasan dan Pemkot Cirebon perikatan keduanya selesai. Perjanjian ini, sebenarnya sudah selesai sejak beberapa tahun lalu,” kata Edi.
Dengan kondisi ini, Edi meminta agar petugas lapangan, baik RW, lurah dan camat, bahkan pengawas lapangan semisal Satpol PP dan DPUPR dipertemukan untuk menyelesaikan persoalan ini. (Aming)