Citrust.id – Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan bersama Pengada Layanan Woman Crisis Centre (WCC) Mawar Balqis Cirebon kembali mendesak Komisi VIII DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) menjadi undang-undang.
Sejak masuk prolegnas pada 2016 dan dilakukan studi banding dengan negara lain, RUU tersebut tak kunjung segera masuk agenda paripurna pengesahan.
Direktur Program WCC Mawar Balqis Cirebon, Sa’adah menekan agar RUU-PKS segera disahkan. Regulasi itu untuk melengkapi kekosongan aturan dalam menyelesaikan persoalan kekerasan seksual di tengah masyarakat.
“Kami menekankan untuk mengisi kekosongan UU yang ada. UU saat ini yang digunakan dalam kasus kekerasan seksual tidak lengkap. Selain itu, RUU-PKS tidak hanya untuk perempuan, tapi juga laki-laki,” katanya saat jumpa pers di kampus Institut Studi Islam Fahmina (ISIF), Kota Cirebon, Jumat (6/9).
Sa’adah mempertanyakan sikap DPR RI yang mengundur pengesahan. Ia menduga ada sekelompok yang salah paham terkait RUU-PKS, yakni menganggap RUU itu mengesahkan LGBT dan zina, padahal sepenuhnya salah RUU-PKS sangat lengkap untuk melindungi korban serta memberikan hukuman yang berat terhadap pelaku.
“Pada RUU-PKS korban mendapatkan restitusi dari pelaku. Banyak korban melapor, tapi banyak kendala sehingga enggan melapor. Selain itu, ada penekanan pemberatan hukuman kepada pelaku dengan menambah masa tahanan. Seluruh pengada layanan menilai, kebiri tidak menyelesaikan permasalahan sehingga sepakat untuk menambah masa pidananya. Ditambah pelaku harus memberikan restitusi atau ganti rugi kepada korban,” tegas Sa’adah.
Hal serupa disampaikan oleh Pengurus Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan, Rozikoh. Ia mengatakan, kalangan aktivis sudah mendorong sejak lama RUU-PKS ini bisa disahkan. Terlebih sudah ada 321 kasus yg ditangani selama 3 tahun terakhir sejak 2017-2019. Sebanyak 60 persennya adalah kekerasan seksual.
“Kami sangat berharap RUU ini bisa disahkan. Pengesahan RUU ini hendaknya menjadi bentuk ikhtiar pemerintah melindungi korban dan mengurangi pelaku, agar tidak semakin banyak korban dan pelaku kekerasan seksual,” kata Rozikoh.
Sedangkan Pengurus Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Hj Afwah Mumtazah berharap, RUU-PKS segera disahkan DPR RI sehingga ada kepastian hukum bagi korban kekerasan seksual.
“Tidak sedikit orang tua yang belum memahami betul terkait RUU ini. Ada yang menganggap sebagai aib. Padahal dengan adanya RUU-PKS, harkat perempuan diangkat. Anak-anak yang kerap menjadi korban pun bisa mendapatkan hak hukumnya,” kata Afwah yang juga Rektor ISIF. (Aming)
Komentar