Cirebontrust.com – Kami tahu hukum tidak bisa diintervensi, tapi kami mengharapkan data dan fakta di lapangan bisa jadi pertimbangan kebijakan pemerintah.
Demikian dikemukakan salah satu tokoh masyarakat adat Sunda Wiwitan, Dewi Kanti di hadapan sejumlah jurnalis, Minggu (03/09), di Pamitran, Kota Cirebon, menyoroti sengketa lahan di Desa Cigugur, Kabupaten Kuningan.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Kuningan akan mengsekusi lahan yang diklaim milik masyarakat adat Sunda Wiwitan di Desa Cigugur, Kabupaten Kuningan, Rabu (24/08).
Namun eksekusi tersebut gagal dilaksanakan berkat aksi penolakan ratusan masyarakat adat Sunda Wiwitan dibantu ormas yang menutup akses menuju kawasan tersebut dengan cara berbaring di jalan.
Keputusan eksekusi lahan itu, kata Dewi, tidak terlepas dari sengketa lahan, termasuk di dalamnya Paseban Tri Panca Tunggal, antara masyarakat adat Sunda Wiwitan dengan Djaka Rumantaka mengaku sebagai keturunan sesepuh masyarakat adat Sunda Wiwitan.
Djaka melayangkan gugatan alas hak berdasarkan keterangan mantan juru tulis Desa Cigugur.
Padahal, menurut Dewi seluruh keturunan sesepuh Sunda Wiwitan telah melepas hak waris. Kebijakan adat leluhur tidak memberikan ruang kepada semua keturunan untuk menerima warisan. Itu ada di dalam manuskrip tertulis.
“Kami berpegang pada catatan awal sesepuh adat yang tidak berubah hingga turun-temurun, bahwa kawasan adat adalah ruang hidup milik bersama dan tidak bisa dibagi waris,” jelasnya.
Selain itu, pada tahun 1976, Direktur Direktorat Sejarah dan Purbakala Direktorat Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan Paseban Tri Panca Tunggal sebagai Cagar Budaya Nasional.
Ditambah Intruksi Presiden (Inpres) tahun 2009 tentang Pengembangan Infrstruktur di Paseban Tri Panca Tunggal.
Untuk itu, Dewi dan sejumlah sesepuh masyarakat adat Sunda Wiwitan telah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan kawasan atau ruang hidup adat.
Selain akan melayangkan gugatan balik, pihaknya juga telah berkirim surat kepada presiden RI untuk meminta perlindungan hukum terhadap masyarakat adat Sunda Wiwitan. Selain itu berkoordinasi dengan Dirjen Kebudayaan.
Dewi menambahkan, sebagai warga negara, masyarakat adat Sunda Wiwitan memiliki hak yang sama di mata hukum. Untuk itu, pihaknya akan terus memperjuangkan hak-hak sebagai warga negara.
“Kami masyarakat adat bukan ancaman bagi negara. Kami juga tidak melawan negara. Kami merupakan pelestari budaya bangsa dan adat memperkokoh karakter bangsa,” pungkasnya. (Haris)
Komentar