Foto : 30 Tahun Indonesia Merdeka/DESSY PERSIA Foto : 30 Tahun Indonesia Merdeka
Kapal Perang Gadjah Mada ketika berlabuh di Pelabuhan Cirebon 1947 (kiri) dan MAKAM Kapten (Laut) Samadikun di TMP Kesenden.*
Oleh: Nurdin M Noer*
PADA tanggal 5 Januari 1947 terjadi perlawanan Kapal Gajah Mada di Perairan Cirebon. Sebuah “Coaster” berukuran 150 ton, berasal dari Singapura diubah bentuknya menjadi sebuah kapal perang dengan nama Gajah Mada, dan dijadikan Kapal Pimpinan ALRI Pangkalan III Cirebon.
Pada tanggal 1 Januari sampai dengan 5 Januari 1947 Gajah Mada memimpin latihan gabungan ALRI di bawah komandannya Letnan I Samadikun dengan Angkatan Darat di perairan Cirebon. Dalam latihan itu ikut pula empat buah kapal patroli pantai. Pada tanggal 5 Januari 1947 pukul 06.00 ketika iring-iringan kapal berlayar kearah utara, di tengah jalan berpapasan dengan sebuah kapal buru torpedo Belanda, HMS Kortenaer yang memberi isyarat agar iring-iringan pesawat tersebut berhenti. Isyarat itu tidak diindahkan, oleh karena itu kapal Belanda melancarkan serangan. Untuk menghindarinya Letnan I Samadikun Komandan Kapal Gajah Mada memerintahkan kapal patroli pantai mengundurkan diri ke arah barat. Kapal Gajah Mada memutar haluan untuk menghadapi kapal musuh dan melancarkan tembakan balas dengan senapan mesin berat. Dalam tembak menembak itu sebuah peluru meriam musuh jatuh mengenai mesin kapal Gajah Mada. Kapal terbakar dan tenggelam. Komandan Kapal Letnan I Samadikun gugur (www.sejarahtni.mil.id).
Perundingan Linggajati didahului oleh perundingan di Hoge Veluwe, Negeri Belanda, dari tanggal 14 sampai 24 April 1946, berdasarkan suatu rancangan yang disusun oleh Sjahrir, Perdana Menteri dalam Kabinet Sjahrir II (Ali Budiardjo: makalah 1991).
Sebelumnya, yakni pada tanggal 10 Februari 1946, sewaktu Sjahrir menjabat Perdana Menteri dalam Kabinet Sjahrir I, Van Mook telah menyampaikan pada Sjahrir rencana Belanda, yang berisi pembentukan Negara Kesemakmuran (commonwealth) Indonesia, yang terdiri atas kesatuan-kesatuan yang mempunyai otomi dari berbagai tingkat. Negara Kesemakmuran menjadi bagian dari Kerajaan Belanda. Bentuk politik ini hanya waktu terbatas; setelah itu peserta dalam kerajaan dapat menentukan apakah hubungannya akan dilanjutkan berdasarkan kerjasama yang bersifat sukarela (Ali Budiardjo, 1991).
Sejak 10 November 1946 di Linggajati, dekat Cirebon, dilangsungkan perundingan antara pemerintah RI dengan komisi umum Belanda. Perundingan yang dipimpin Lord Kiliearn, menghasilkan suatu persetujuan. Tanggal 15 November, naskah persetujuan tersebut diparaf kedua belah pihak. Pokok-pokoknya adalah :
1. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa dan Madura. Belanda sudah harus meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
2. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerjasama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu Negara bagiannya adalah RI.
3. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia–Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.
Keputusan Perjanjian Linggarjati, ternyata kemudian tidak ditaati pihak Belanda, bahkan infantry Belanda melakukan agresi militer (clash I) ke Cirebon dan Kuningan pada tanggal 21 Juli 1947. Rute penyerangan militer Belanda melalui Cirebon–Gebang–Babakan–Waled–Cidahu–Lebakwangi–Garawangi dan Kuningan. []
Foto: 30 Tahun Indonesia Merdeka – ANRI 1975
Delegasi Indonesia dalam Perundingan Perundingan Linggajati (kanan) dan Gedung Perundingan Linggajati 1946.
*Penulis adalah pemerhati kebudayaan lokal.
Komentar