Citrust.id – Komisi II DPRD Kota Cirebon kembali menyoroti persoalan banjir yang terus terjadi di sejumlah titik wilayah Kota Cirebon setiap musim penghujan.
Sebagai bentuk keseriusan, Komisi II memanggil Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) serta Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung dalam rapat kerja di Griya Sawala DPRD, Kamis (16/1/2024).
Ketua Komisi II DPRD Kota Cirebon, M Handarujati Kalamullah, menegaskan, fokus lima tahun ke depan adalah pembenahan tata kelola drainase. Ia menyebut, sedimentasi pada drainase menjadi penyebab utama banjir di Kota Cirebon.
“Kami harus mengetahui kewenangan dari masing-masing lembaga ini. Sesuai SK yang dikeluarkan DPUTR, kewenangan daerah hanya mencakup lima sungai. Sementara sungai yang hulunya di luar Kota Cirebon merupakan kewenangan BBWS. Ada tiga daerah aliran sungai, yakni Kedungpane, Cikalong, dan Kali Suba,” jelas pria yang akrab disapa Andru itu.
Ia menambahkan, pada rapat lanjutan, sinergi antara semua pihak harus ditingkatkan. BBWS dan DPUTR diminta membawa rencana strategis penanganan banjir, termasuk data drainase yang mengalami sedimentasi.
Komisi II juga menyoroti alokasi anggaran untuk pemeliharaan, perbaikan, dan penataan kawasan 30 sungai di Kota Cirebon yang dianggap belum ideal. Pada 2024, anggaran tersebut hanya Rp1,3 miliar, dan meningkat tipis menjadi Rp1,5 miliar di 2025.
“Bayangkan kalau anggarannya segitu, masih jauh dari kata ideal. Kami pun akan mengundang bidang lain seperti Bina Marga, serta melakukan monitoring terhadap bangunan liar di sempadan sungai,” ujarnya.
Andru berharap pemerintah daerah serius membenahi sistem drainase, tidak hanya berhenti pada wacana dan konsep.
Di sisi lain, Anggota Komisi II DPRD, Anton Octavianto, menilai penanganan banjir oleh BBWS dan DPUTR belum menunjukkan keseriusan. Ia menyoroti kawasan Kalijaga yang sudah sejak lama menjadi langganan banjir.
“Saya tinggal di Ciremai Giri, sejak SD wilayah itu sudah banjir. Kalijaga itu terus-terusan banjir, sudah lama. Saya pikir BBWS tidak ada keseriusan, karena sampai sekarang belum selesai. Senderan di Kalijaga Monyet sudah tergerus,” ungkap Anton.
Anton juga mendesak BBWS menganggarkan kembali program perbaikan senderan sungai yang sempat ditiadakan pada 2020 akibat pandemi Covid-19.
Sementara itu, Ketua Tim Sungai dan Pantai BBWS Cimanuk-Cisanggarung, Rigasony Tiamono, menyampaikan bahwa kolaborasi dengan pemerintah daerah dalam penanganan banjir harus segera dilaksanakan secara maksimal.
Menurutnya, persoalan banjir di Kota Cirebon lebih banyak dipicu masalah drainase. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan induk (masterplan) yang jelas dan terukur.
“Penanganan kami terhadap banjir yang berasal dari hulu masih terkendala minimnya APBN. Tahun ini, fokus BBWS lebih pada swasembada pangan, sehingga anggaran banyak dialihkan untuk pembangunan irigasi persawahan,” paparnya.
Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) DPUTR Kota Cirebon, Bagus Tomy, menyatakan bahwa hasil rapat bersama Komisi II DPRD akan segera ditindaklanjuti dalam rapat koordinasi antar pemangku kepentingan.
Sejak 2024, pihaknya telah melakukan normalisasi dan perbaikan senderan pada 30 sungai di Kota Cirebon. Ia berharap anggaran untuk normalisasi sungai dapat ditingkatkan agar pengerukan sedimentasi sungai bisa maksimal.
“Perbaikan drainase merupakan kewenangan bidang Bina Marga. Selanjutnya, kami akan menyampaikan hasil rapat ini kepada pimpinan,” tutupnya.
Sejumlah wilayah di Kota Cirebon yang menjadi titik rawan banjir dan abrasi setiap tahun antara lain Kesunean, Mandalangan, Jalan Terusan Pemuda, Jalan Cipto Mangunkusumo, Kalijaga, dan Sumurwuni-Argasunya.