Oleh Dadang Kusnandar
ANAK-anak bila ditanya cita-citanya mau jadi apa kalau besar nanti, banyak yang menjawab ingin jadi dokter. Sampai dengan akhir masa kepemimpinan Soeharto hanya Boneka Susan (ingat penyanyi asal Surabaya, Ria Enes) yang bercita-cita ingin jadi Bapak Presiden.
Meski terkadang ada rasa takut kepada dokter dan polisi, anak-anak terbukti memandang profesi dokter itu mentereng dan layak disandang sebagai cita-cita. Artinya menjadi dokter merupakan impian sejumlah anak Indonesia. Maka 24 Oktober sebagai Hari Dokter Nasional mengingatkan kembali profesi dokter di tengah masyarakat.
Agaknya yang layak ditanya ulang kepada dokter ialah waktu kunjungan (visit) kepada pasien di rumah sakit. Jika Anda rawat inap di sebuah rumah sakit pasti ada dokter yang bertanggung jawab atas penyakit Anda. Dokter tersebut punya waktu kunjungan khusus kepada semua pasiennya di rumah sakit yang ditentukan oleh sang dokter sendiri.
Saat kunjungan tiba, apabila ia seorang dokter senior ~di belakangnya pasti diikuti oleh sejumlah koas (fase mahasiswa fakultas kedokteran menjelang jadi dokter). Mereka berjalan tergesa-gesa dan mencatat apa yang dijumpai pada pasien yang dikunjungi. Dokter pasti bertanya, “Keluhannya apa, pak?”. Lalu pasien menjawab dan dokter memberi advice kesehatan.
Sayang sekali dialog/ konsultasi pasien dengan dokter berlangsung dalam waktu sangat singkat. Tak pernah ada waktu 2 (dua) menit visit seorang dokter kepada pasiennya. Boleh jadi kurang dari satu menit. Akibatnya pasien belum sempat menyampaikan semua persoalan penyakitnya/ keluhannya, dokter sudah berlalu dan pindah mengunjungi pasien lain.
Sampai sekarang saya belum mengerti kenapa begitu singkat waktu visit dokter. Padahal sang pasien telah menunggunya sejak pagi. Pasien sangat ingin menyampaikan masalah kesehatannya kepada dokter yang merawatnya.
Hari Dokter Nasional diharapkan adanya tambahan waktu visit dokter kepada para pasiennya di ruang rawat inap rumah sakit. Komunikasi langsung dokter dengan pasien dapat mengurangi rasa sakit yang diderita, setidaknya posisi pasien yang “setara” dengan dokter. Pasien dan dokter membincangkan penyakit untuk dicarikan solusinya.#
Penulis tinggal di Cirebon
Komentar