Catatan DADANG KUSNANDAR*
TIGA bulan lagi pemilihan kepala daerah digelar. Semoga tidak ada halangan yang akan menangguhkan perhelatan yang katanya demokratis itu. Berharap demi kelancaran pemilihan bupati/ walikota/ gubernur periode lima tahun ke depan, agaknya masyarakat melihatnya sebagai hal yang biasa.
Entah karena banyaknya persoalan lain yang lebih besar atau persoalan privat maka pilkada 2018 bagai berkutat pada permainan wacana. Dalam hal ini para penggerak bakal calon hanya sibuk berkerumun dengan komunitasnya saja. Di beberapa “posko” para penggerak tidak move on menawarkan jagoannya ke tengah masyarakat.
Akibatnya pertemuan di posko sepertinya hanya sebatas duduk-duduk, minum kopi, merokok dan ngobrol ke sana ke mari. Bukan membicarakan kiat dan cara menguatkan jagoannya sehingga layak untuk dipilih. Bukan pula bergerak door to door sebagaimana tugas seorang sales.
Berbincang dengan teman-teman di posko bakal calon kepala daerah agaknya pula masih belum cair manakala ada orang baru. Terlebih jika orang baru itu banyak bertanya atau diam sama sekali. Masih ada kecurigaan (khawatir mencuri kabar berita) ketika seseorang yang tak dikenal hadir di arena obrolan posko pemenangan. Padahal obrolan tidak mengerucut pada langkah-langkah memenangkan pilkada.
Dengan kata lain pola rekrutmen relawan, pekerja teknis, dan atau pendukung seorang bakal calon kepala daerah masih bias. Siapa pun boleh masuk dengan alasan keterbukaan. Namun pada saat berkumpul saling menutup diri.
Lazim terjadi seseorang yang menyandang status tim sukses seorang balon, diam-diam menyambangi balon yang lain. Ia sama sekali tidak rikuh atas perbuatannya. Malah dengan tawa riang membagi informasi kepada kubu “lawan”. Di sisi lain ia berargumen mengatakan, “Cirebon itu kecil. Ke mana pergi orang itu-itu saja yang ada di lingkar politik”.
Dengan kata lain betapa sulitnya menjaga konsistensi. Konsisten untuk berada di satu kubu balon harus diuji dengan kemampuan menunda kepuasaan. Dalam bahasa psikologi dinamakan delay gratification. Intinya sejauh mana seseorang bisa menunda kepuasan sesaat dan bisa mengontrol dirinya untuk mendapatkan kepuasan yang lebih besar kemudian.
Itu sebabnya bila Anda telah memantapkan diri menjadi tim sukses/ penggerak/ relawan/ pendukung seorang balon kepala daerah, tetaplah di sana. Jangan berdalih mencuri informasi ke kubu lain padahal Anda diam-diam “menjual” informasi internal. Ini penting supaya kesertaan Anda sebagai pendukung tidak dianggap bias. []