Cirebontrust.com – Kebijakan pemerintah melalui aturan Menteri Perekonomian dengan surat nomor S-202/M.EKON/08/2017 membeli gula petani dan Pabrik Gula (PG) milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hanya Bulog dengan harga Rp9700 perkilogram diprotes keras petani tebu yang tergabung dalam Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI).
APTRI mencium adanya monopoli yang dilakukan oleh Bulog karena pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut yang ditindaklanjuti terbitnya surat Menteri Perdagangan bernomor 885/M-DAG/SD/8/2017 yang intinya hanya Bulog yang bisa memasarkan gula curah di pasaran.
Sehingga gula petani dan gula curah hanya bisa dibeli dan dipasarkan oleh Bulog saja. Imbasnya, pedagang hanya bisa melakukan pembelian dari Bulog.
Atau tidak bisa langsung membeli dari petani seperti selama ini terjadi. Selain itu, pedagang pun hanya bisa menjual gula secara eceran tidak bisa curah.
“Kami menolak harga pembelian gula tani dari Bulog seharga Rp9.700 perkilogram, karena harga itu masih dibawah biaya produksi gula petani sebesar RP10.600 perkilogram. Sehingga petani rugi jika dibeli oleh Bulog seharga Rp9.700 perkilogram. Kami minta supaya gula petani dibeli Rp11.000 perkoligram,” tegas Soemitro Samadikoen Ketua Umum APTRI dalam Press releasnya yang diterima Cirebontrust.com, Selasa (12/09).
Selain itu, APTRI juga keberatan dengan adanya aturan Standar Nasional Indonesia (SNI) gula kristal putih yang ICUMSA-nya (ukuran kadar warna gula) maksimal 300. Padahal, gula hasil produksi pabrik-pabrik gula milik BUMN mayoritas ICUMSA di atas 300.
Sehingga jika itu diberlakukan, gula petani tidak laku karena gula petani juga diproduksi oleh pabrik gula tersebut.
Akibatnya, pedagang takut untuk membeli gula petani dan akhirnya hanya gula berwarna putih atau gula impor yang masuk pasar.
APTRI curiga aturan ini hanya untuk memuluskan gula impor masuk ke pasar. APTRI mengusulkan batasan ICUMSA untuk gula kristal putih diperlonggar menjadi maksimal 450, juga memberi toleransi waktu bagi pabrik gula untuk berbenah.
Bagi APTRI, aturan tersebut dianggap tidak adil. Pasalnya, gula kristal putih produksi pabrik gula dengan ICUMSA rendah sekitar 100 tidak boleh masuk pasar industri makanan dan minuman.
Tapi sebaliknya, gula eks impor dan gula rafinasi dengan ICUMSA rendah bisa masuk pasar konsumsi.
“Kami akan laporkan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait monopoli pembelian gula petani dan penjualan gula oleh Bulog ini,” ancam Soemitro.
Sampai saat ini gula petani yang belum terjual sekitar 500.000 ton, karena pedagang tidak berani membeli.
Sementara Bulog juga hingga kini belum ada realisasi pembelian gula petani. Petani pun dalam posisi kesulitan untuk memeroleh modal membiayai tanaman tebu yang telah ditebang.
Hal itu terjadi karena salah satu penyebabnya pedagang takut terkena biaya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen.
Efektif massa pembebabasan aturan PPN tersebut baru diberlakukan pada 16 September 2017. (Riky Sonia)