Ilustrasi
CIREBON (CT) – Indonesia sudah menyelenggarakan sepuluh kali pemilihan umum sejak kemerdekaan Indonesia hingga tahun 2009. Sistem pemilihan umum yang di anut oleh Indonesia dari tahun 1945-2009 adalah sistem pemilihan Proporsional.
Perdebatan di antara elit partai politik mengenai sistem pemilihan anggota legislatif untuk pemilihan legislatif 2019 kembali muncul. Perdebatan masih mengemuka di persoalan mempertahankan sistem pemilihan proporsional terbuka atau kembali ke proporsional tertutup. Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, sistem proporsional daftar terbuka sudah dilaksanakan dalam dua kali pemilu, yakni pemilu 2009 dan pemilu 2014.
Dalam sistem proporsional terbuka rakyat berdaulat penuh. Namun, realitas kondisi masyarakat yang masih lapar dan miskin, cenderung memilih wakil pemilik modal dan berduit, mengabaikan soal fatsun politik, moralitas apalagi kapasitas. Adapun kelebihan proporsional terbuka, siapa yang akan duduk di parlemen memang sepenuhnya bergantung pada rakyat, bukan partai. Sistem proporsional terbuka, menjamin dan memastikan suara rakyat menjadi penentu siapa-siapa saja yang akan duduk di parlemen.
Sementara proporsional tertutup dianggap kembali ke sistem Orde Baru, menguatnya kembali sistem oligarki kepartaian dan menguatnya partai (struggle for power). Sementara itu, kelemahan sistem proporsional tertutup di antaranya menutup kanal partisipasi publik yang lebih besar, menjauhkan ekses hubungan antara pemilih dan wakil pasca pemilu menjadi rentetan akumulasi kekecewaan publik.
Proporsional tertutup juga membuat komunikasi politik tidak berjalan dan kesempatan calon terpilih lebih tidak adil. Tidak sampai disitu, krisis calon anggota legislatif (caleg) tak bisa dielakkan karena sedikit yang berminat dan serius maju jadi caleg, sudah bisa diprediksi siapa yang akan terpilih. (Net/CT)