Ilustrasi
CIREBON (CT) – Yayasan Satu Keadilan, Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) dan empat warga negara berencana menggugat Undang-undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) ke Mahkamah Konstitusi.
Setidaknya, ada 21 alasan yang mereka anggap sebagai pelanggaran terhadap konstitusi atas pemberlakuan UU tersebut. Di antaranya, UU Tax Amnesty mengizinkan praktik legal pencucian uang. Kedua, kebijakan tersebut memberi prioritas kepada penjahat kerah putih. Ketiga, UU Tax Amnesty dapat menjadi karpet merah bagi para pengemplang pajak.
Menurut Ketua Yayasan Satu Keadilan, Sugeng Teguh Santoso, alasan berikutnya, UU Tax Amnesty memberikan “diskon” habis-habisan terhadap pengemplang pajak. Kelima, kebijakan tersebut berpotensi dimanfaatkan oleh penjahat perpajakan.
Keenam, Sugeng dan rekan-rekannya juga menilai UU ini tak akan efektif. Ketujuh, UU Tax Amnesty menggagalkan program whistleblower. Delapan, UU ini juga dianggap menabrak prinsip keterbukaan informasi.
Alasan kesembilan, lanjut Sugeng, UU Tax Amnesty menghilangkan potensi penerimaan negara. Selain itu, kebijakan ini juga dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap warga miskin. Yang kesebelas, kebijakan tersebut dinilai mengajarkan rakyat untuk tidak taat membayar pajak.
Di sisi lain, UU tersebut juga memarjinalkan pembayar pajak yang taat, sedangkan alasan berikutnya adalah UU Tax Amnesty dinilai bersifat memaksa alih-alih mengampuni.
Alasan ke-14, pihak penggugat mempertanyakan masa berlaku UU tersebut yang hanya satu tahun, sedangkan alasan ke-15, UU Tax Amnesty memposisikan presiden dan DPR sebagai pelanggar konstitusi, misalnya menyalahi asas perpajakan yang bersifat memaksa.
Untuk alasan yang ke-16, UU Tax Amnesty dianggap menabrak prinsip kesetaraan di hadapan hukum (equality before law). UU ini juga dinilai sebagai bentuk intevensi dan penghancuran proses penegakan hukum.
Alasan ke-18, UU Tax Amnesty dianggap sebagai cermin kelemahan pemerintah terhadap pengemplang pajak, berikutnya, kebijakan ini dinilai melumpuhkan institusi penegakkan hukum. Alasan ke-20, lanjut Sugeng, patut diduga, UU ini merupakan pesanan para pengemplang pajak karena memberikan hak eksklusif tinggi bagi mereka.
Terakhir, UU Tax Amnesty juga dianggap membuat proses hukum pajak yang berjalan menjadi tertunda. Sebab kebijakan ini dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum karena proses hukum perpajakan yang sedang dijalani bisa dihapuskan begitu saja, seperti diatur dalam Pasal 11 UU Tax Amnesty. (Net/CT)