Tradisi Ruwahan Keraton Kasepuhan, Dianggap Suci yang Tak Lekang oleh Zaman

  • Bagikan

CIREBON (CT) – Menjelang datangnya bulan suci Ramadhan, Keraton Kasepuhan menggelar tradisi ruwahan. Istilah Ruwahan ini sendiri mengambil istilah kalender jawa yang berada persis sebelum bulan Ramadhan tiba.

Namun, tradisi yang telah jadi agenda rutin jelang Ramadhan ini dilakukan dengan cara yang berbeda tahun ini. Biasanya, tradisi ruwahan dilakukan di dalam keraton tepatnya di Bangsal Alit Keraton Kasepuhan, dilaksanakan secara tertutup dan pelaksanaannya yang tak terlalu diketahui warga.

Namun, tahun ini, Keraton Kasepuhan melakukan tradisi turun temurun itu dilakukan terbuka di Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan dilanjutkan dengan ziarah ke Astana Gunung Jati.

Sultan Kasepuhan Cirebon PRA Arief Natadiningrat mengatakan, setiap menjelang Bulan Suci Ramadhan ia dan keluarga Keraton Kasepuhan Cirebon akan melakukan tradisi Ruwahan.

“Ada hari penting di Bulan Syaban, yaitu tanggal 15 Syaban, dikenal dengan Nisfu Syaban atau pertengahan Bulan Syaban, hari yang sangat penting buat umat Islam, yaitu tutup buku amalan. Oleh karena itu, tradisi ruwahan digelar untuk memperingati sucinya Nisfu Syaban,” ujar Arief, kepada CT, Selasa (24/05).

Sultan menambahkan, bahwa Keraton Kasepuhan didirikan oleh Sunan Gunung Jati, oleh karena itu adat dan tradisinya tentu disesuaikan dengan hari-hari besar islam.

“Untuk pelaksanaannya sendiri, bada sholat Maghrib kami sholat dua rakaat diteruskan dengan membaca surat yasin sebanyak tiga kali, dan bada Isya diteruskan dengan mengaji tentang Nisfu syaban yang juga dihadiri oleh penghulu keraton, kaum masjid agung, para wargi dan abdi dalem di Langgar Alit Keraton Kasepuhan. Kemudian, acara juga dimeriahkan dengan hajat Nasi Bogana yang dibagikan kepada yg datang dan warga sekitar keraton. Hal ini disebut juga tradisi ruwahan. Juga ditambah dengan tawasulan dan doa,” papar Arief.

BACA JUGA:  Kartu Kuning Buat Jokowi Dari Kampus UI

Sementara itu, perwakilan pihak Keraton Kasepuhan, Muhammad Akbar menjelaskan bahwa tradisi yang bernafaskan islam harus terus dijaga. Menurutnya, Cirebon harus tetap diingat sebagai Kota Wali dengan keraton sebagai mercusuarnya.

“Kita Keraton Kasepuhan ingin menunjukan betapa kami peduli dengan nilai-nilai Islam dan tradisi yang jangan sanpai tergerus oleh perkembangan zaman,” ujar pria yang juga merupakan Wakil Direktur Tamansari Goa Sunyaragi itu. (Wilda)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *