Citrust.id – Sanggar Seni Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang diketuai Sujana konsisten hidupkan seni tradisi Lais. Sanggar seni Pokdarwis yang beralamat di Desa Bakung Kidul, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon, itu tetap semangat hidupkan seni tradisi Lais.
Menurut Darka, pimpinan kelompok seni Lais binaan Sanggar Seni Pokdarwis, kesenian tradisi itu janganlah dibunuh apalagi sampai punah.
“Tarian ini berasal dari gerakan rakyat. Saat itu, wong tani kesulitan mencari makan ketika Belanda merangsek dan mengacak-acak Cirebon dengan meminta pajak yang tinggi,” ujarnya, Minggu (7/8/2022).
Pada waktu itu, lanjut Darka, Belanda suka foya-foya, minum-minum, dan berjoget sebagai hiburan.
“Tarian ini juga sebagai telik sandi untuk memata-matai pergerakan Belanda. Mirip Ronggeng Bugis karena penarinya juga laki-laki,” ucapnya.
Sujana mengatakan, Lais kuno memang memanfaatkan alat musik seadanya dari alam.
“Lais juga kan makin ke sini pamornya redup. Mungkin karena penarinya laki-laki. Kami berharap ini menjadi ikhtiar baik agar Lais tetap terawat keberadaannya. Tetap lestari. Tetap hidup,” ujar Sujana.
Sujana berharap, Pasar Seni Rakyat pada 27-28 Agustus 2022 yang merupakan inisiasi PC Lesbumi Kabupaten Cirebon dapat menjadi langkah baik menghidupkan seni tradisi, khususnya di Kecamatan Jamblang.
Lais merupakan tarian tradisional khas Cirebon yang serupa, tetapi tak sama dengan sintren. Perbedaan terletak pada penari dan alat musik. Pemain Lais adalah penari laki-laki. Alat musiknya berupa perkusi dari bambu, batu, kecrek, buyung (gentong kecil), kendi, saron, dan sebagainya.
Sang Lais pun konon harus masih jejaka. Syair lagu-lagu pengiringnya pun agak berbeda dengan sintren, kecuali kurungan yang bentuknya hampir sama.
Pada praktiknya, alunan musik konstan dari para penabuh yang mengiringi tembang-tembang berbahasa Cirebon menjadi kesatuan yang tak terpisahkan dalam pertunjukan Lais.
Ada pula dua penari anak-anak berjenis kelamin perempuan yang bertugas menjaga Lais ketika terikat di dalam kurungan yang tertutup kain sampai berganti kostum penari.
Sepintas seperti sulap. Setelah kurungan terbuka, Lais yang sudah berganti baju, make up, dan berkacamata hitam masih duduk bersila. Pawang Lais yang sedari awal sudah membakar kemenyan kemudian mengarahkan asap wewangian itu ke hidung Lais. Tak butuh waktu lama, Lais pun berdiri dan berlenggak-lenggok di hadapan penonton.
Berikutnya, Lais yang asik menari akan terjatuh jika dilemparkan uang, kain atau sewet (gendongan bayi). Pawang mengambil uang itu dan menempatkannya ke wadah khusus. Sedangkan sinden mengolesi kain atau sewet dengan minyak wangi lalu mengembalikannya kepada pemiliknya. (Rls)