Politik 2018-2019 ; Sebuah Jalan Menuju Kekuasaan (3)

Oleh : Bintang Irianto

Pada dua tulisan saya yang lalu, lebih menjelaskan tentang skema politik partai dengan menjadikan survey menjadi bahan fikiran untuk menganalisis proses-proses yang terjadi dari jejak dan rekam peristiwa-peristiwa yang terjadi di partai-partai besar dari tahun2009, 2014 sampai dengan 2017.  Maka pada kali ini kita akan mencoba melihat kemungkinan-kemungkinan pasangan yang akan maju dalam pilpres 2019, atau beberapa tokoh yang kemudian diperkirakan akan masuk dalam bursa calon Presiden di Indonesia ini, yang tentunya representasinya dari Partai.

Bila dilihat yang kemungkinan partai mana saja yang akan mempunyai calon kadindat presiden, atau menjadi pendukung yang akan menjadi partai pengusung sebenarnya bisa dilihat dari beberapa pasangan koalisi yang terjadi pada pendukungan di pilikada 2018. Selain itu partai dibawah partai yang memang sudah dikatagorikann sebagai tiga gajah, kemungkinan hanya sebagai pengusung mengikuti koalisi politik yang akan terbangun kedepannya atau koalisi yang sudah terbangun secara permanen.

Kalau boleh dipresetasikan bahwa seperti tulisan-tulisan sebelumnya, bahwa kemungkinan besar partai yang akan bisa mendorong calon RI I  kedepan bila melihat perolehan suara adalah PDI-P, Golkar dan Gerindra 2014.  Hal ini bisa dilihat dari geliat dan beberapa wacana yang terbangun di khalayak umum, dan ini mengindikasikan bahwa terjadi logika rasional dari situasi politik, tingkat populeritas dan elektabilitas juga tingkat tokoh dan partai mana yang selalu bersebrangan dalam setiap kebijakan yang terjadi antara pemerintah dan kelompok yang sering melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah (saya tidak mengartikan sebagai oposisi/tetapi kelompok pengritik kebijakan).

Maka bila wacana ini muncul, kategori PDI-P yang mendorong Jokowi dan Gerindra yang mendorong Prabowo merupakan sesuatu yang bukan dianggap isapan jempol belaka, akan tetapi kemungkinan ini pasti akan terjadi karena untuk memposisikan diri pada konteks “dominasi” maka akan lahir apa yang disebut “oposisi”, ini kemungkinan yang penulis lihat dari skema politik sekarang. Maka bila melihat itu menjadi wajar kalau kemudian muncul calon Presiden 2019 yaitu Jokowi dan Prabowo, semisal PDI-P tetap ketokohan Jokowi akan menjadi nominasi penting karena beberapa survey menyatakan bahwa tingkat elektabilitas PDI-Pterbangun terus karena beberapa kerja-kerja Jokowi yang begtu bisa memberikan perhitungan sendiri selain mesin partai dan legislatornya. Selain itu, Gerindra menepatkan posisi Prabowo karena memang belum ada partai yang berani untuk memposisikan dirinya karena tingkat populeritas yang terus meroket bagi Presiden RI Sekarang, selain itu Geirndra merupakan partai yang getol melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dipegang oleh PDI-P dan dilegislatornya.

BACA JUGA:  Indonesia Menjajagi Teknologi Industri Dengan Luar Negeri

Tokoh Yang Muncul dari Survey, Nyata Apa Tidak??

Dari beberapa catatan yang terpublikasikan dari beberapa lembaga survey Jokowi memang masih menduduki prosentase tinggi dan dibawahnya adalah Prabowo. Catatan Lembaga Survey Indo Barometer mencatat bahwa Jokowi mendapatkan 31,3 persen dan dibawahnya adalah Prabowo, sedangkan tokoh-tokoh lainya yang muncul berada tertinggal dibawah kedua tokoh ini. Survey ini diperkuat dengan survey lainya yang dilakukan oleh PolMark yang juga melakukan hal yang sama dalam surveynya, tetap saja menjadikan Jokowi berada diatas dari lainya dan tetap Prabowo berada di bawahnya, survey yang dilakukan pada tanggal 9-20 September 2017 memberikan nilai Jokowi mendapat suara 41,2 persen dan Prabowo mendapatkan 21 persen.

Selain itu lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) juga merilis survei elektabilitas. Berdasarkan hasil top of mind, Jokowi meraih hasil 38,9%. Ia unggul dari Prabowo, yang duduk di posisi ke-2, dengan 12,0%. dari tiga lembaga survey ini tetap mendudukan Jokowi dan Prabowo yang paling tinggi meninggalkan tokoh-tokoh lainya, artinya bahwa cuma dua tokoh ini yang secara logis memastikan dirinya untu maju kedepan, tentunya dengan kendaraan partai yang memang secara rasional memenuhi syarat untuk memajukan capres.

Bila dilihat dari proses pendukungan yang sudah menjelaskan beberapa pernyatan sikap partai, Bahwa PDI-P di dukung oleh NasDem dan Golkar untuk tetap mendorong Jokowi pada 2019, hal ini sesuai dengan pernyataan partainya yang mendukung. Apakah akan ada partai yang meyusul, lebih terlihat Hanura, PPP, dan PKB sudah mulai memunculkan diri dari gerak-geriknya, kalau ini masih baik hubungan koalisinya sampe 2019 maka dukungan partai buat jokowi sangat besar dan mempunyai kekuatan di parlemen dan basis massa yang heterogen, yaitu nasionalis dan religius masuk dalam dukungannya.

BACA JUGA:  Politik 2018-2019, Sebuah Jalan Menuju Kekuasaan (9)

Berbeda dengan kemungkinan partai yang akan mendukung Prabowo, yaitu Gerindra dan PKS yang sudah melakukan koalisi permanen dari awal, apakah ada partai lain yang akan memungkinkan masuk dalam koalisinya?? kalau melihat pemetaan dukungan dan latar belakang kepentingan serta kemungkinan kalau tidak ada calon baru dalam politik 2019 ini, bangunan yang akan masuk adalah selain dua partai ini kemungkinan PAN dan Demokrat bisa masuk koalisi ini.

Skema-skeman seperti ini kemungkinan akan muncul, bila kemudian tidak ada poros baru bila cuma dua poros yang muncul, yaitu poros Jokowi dan Prabowo. Kalau kemudian memunculkan poros baru maka koalisi Jokowi dimungkinkan akan ada yang lepas dari koalisi permanennya untuk mencari jalan sendiri, akan tetapi kemungkinan partai dari prabowo akan ada yg juga dari dukungannya yang lepas, andai saja memang ada tiga poros.

Poros Ketiga Manakah yang akan memungkinkan ??

Kalau melihat poros yang mungkin untuk menjadi kekuatan memecah kebekuan 2 poros yang berhadap-hadapan secara politik, bisa dilihat bergabungnya kekuatan baru untuk melihat hitung-hitungan prosentase di legislator. Kemungkinan poros ini ada di tiga partai yang memungkinkan kalau kemudian poros ketiga ini ada, akan tetapi poros ketiga juga akan terbangun bila memang hitung-hitunganya politiknya jelas dan tepat.

Kemungkinan itu bisa dilihat dari kekuatan-kekuatan partai besarsemisal Golkar, PKB atau Demokrat. Karena dengan partai ini kemungkinan kekuatan poros baru muncul karena melihat prosentase untuk dukungan mendorong calon secara aturan dan mekanisme dukungan bursa capres.

Kalau kemudian menghitung poros baru tersebut dari masing-masing tiga partai ini juga akan dilihat keberaniannya adalah, ketika komunikasi yang terjadi tergantung hasil kepentingan politik yang didapatkannya secara kekuasaan dan secara kepentingan kedepan partainya. Karena membangun hitungan untuk membuat poros ini maka harus cermat skala prioritas internal partai dan kesternal partai. Oleh Karenanya apakah akan ada poros baru dari kebekuan dua poros yang sudah menjadi pembicaraan banyak pengamat??. Wallahu A’lam Bishawab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *