Oleh: Sutejo ibnu Pakar
Pesantren lahir dan berkembang semenjak masa-masa permulaan kedatangan Islam di Indonesia. Pesantren sebagai lembaga pendidikan dan pusat penyebaran agama Islam lahir dan berkembang semenjak masa-masa permulaan kedatangan agama Islam di Nusantara. Lembaga ini berdiri untuk pertama kalinya di zaman Walisongo.
Syaikh Mawlana Malik Ibrahim (w.1419 M.) dianggap sebagai pendiri pesantren yang pertama di Jawa. Lembaga pendidikan ini telah berkembang khususnya di Jawa selama berabad-abad. Sunan Ampel membangun pesantren di daerah Kembangkuning Ampel Denta Surabaya. Pesantren inilah yang melahirkan kader-kader seperti Sunan Bonang dan Sunan Giri.
Sunan Giri, setelah tamat berguru kepada Sunan Ampel dan Mawlana Ishak, mendirikan pesantren di Desa Sidomukti Gresik. Pesantren itu sekarang lebih dikenal dengan sebutan Pesantren Giri Kedaton. pesantren Giri Kedaton sebagai pesantren yang termasyhur di wilayah Jawa Timur.
Para santri yang datang untuk belajar di sana berasal dari daerah yang sangat beragam seperti : Madura, Lombok, Bima, Makasar, dan Ternate (Halmahera), selain daeri daerah-daerah di Jawa Timur sendiri. Sampai dengan abad ke-17 M. pesantren ini masih tetapharum dan didatangi oleh para santri untuk menimba ilmu agama Islam di sana.
Raden Fatah adalah termasuk murid Sunan Ampel. Setelah mendapatkan ijazah dari sang guru, ia mendirikan pesantren di Desa Glagah Wangi, sebelah Selatan Jepara (1475 M.).
Di Pesantren ini pengajarannya terfokus kepada ajaran tasawwuf para wali dengan sumber utama Suluk Sunan Bonang (tulisan tangan para wali).
Kitab yang dipergunakan di pesantren ini adalah Tafsir al-Jalalayn. Ajaran Sunan Bonang memadukan ajaran Ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis salif ortodoks. Ia menguasai ilmu fiqh, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra dan arsitektur. Ajaran Sunan Bonang berintikan pada filsafat cinta.
Ketika Demak dipimpin oleh Sultan Trenggono (memerintah 1521 – 1546 M.) Fatahillah atau Fadhilah Khan yang dipandang ‘alim dan dihormati masyarakat dipercaya untuk mendirikan pesantren di Demak.
Satu abad setelah masa Wali Songo, abad 17, Mataram memperkuat pengaruh ajaran para wali. Pada masa pemerintahan Sultan Agung (memerintah 1613-1645 M.) mulai dibuka kelas khusus bagi para santri untuk memperdalam ilmu agama Islam (kelas takhashshush) dengan spesialiasi cabang ilmu tertentu, serta pengajian tarekat, atau pesantren tariqat.
Dia menyediakan tanah perdikan bagi kaum santri serta memberi iklim sehat bagi kehidupan intelektualisme keagamaan (Islam) hingga berhasil mengembangkan tidak kurang dari 300 buah pondok pesantren.
Pada tahap-tahap pertama pendidikan pesantren memang masih memfokuskan dirinya kepada upaya pemantapan iman dengan latihan-latihan ketarikatan daripada menjadikan dirinya sebagai pusat pendalaman Islam sebagai ilmu pengetahuan atau wawasan. Sebagai contoh Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon.
Pesantren tertua di Jawa Barat ini didirikan pada tahun 1817 M. oleh Ki Jatira (salah seorang murid Maulana Yusuf dan sekaligus utusan Kesultanan “Hasanuddin” Banten).
Seperti banyak dikemukakan dalam perjalanan sejarah, bahwa seputar abad ke-17 dan ke-18 M., dimana pesantren mulai dirintis, kondisi masyarakat pada umumnya masih demikian kental dengan tradisi mistik yang kuat.
Eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan Islam mistik saat itu dikarenakan oleh sebab-sebab yang berasal dari luar pesantren.
Sebab-sebab dimaksud adalah langkanya literatur keislaman di Jawa ketika itu sebagai konsekuensi logis dari kurangnya kontak antar umat Islam di Jawa dengan Timur Tengah, yang disebabkan oleh politik pecah belah Belanda yang tengah berusah keras menunjang penyebaran agama Kristen di Nusantara.*