Mitigasi Bencana di Kota Cirebon, Literasi dan Deteksi Dini Jadi Kunci

Citrust.id -;Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon memusatkan perhatian pada tiga strategi utama dalam menghadapi potensi bencana yang kian meningkat. Langkah tersebut ditegaskan Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, saat memimpin Apel dan Gladi Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Banjir tingkat kota di Lapangan Kebon Pelok, Kamis (15/5/2025).

Kegiatan yang digelar oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cirebon itu menjadi bagian penting dalam memperkuat kesiapsiagaan seluruh unsur, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga dunia usaha.

“Kita tidak bisa lagi menganggap Cirebon sebagai zona aman. Data menunjukkan lonjakan signifikan dalam lima tahun terakhir,” ujar Wali Kota Cirebon dalam sambutannya.

Sepanjang 2024, tercatat 154 kejadian bencana di Kota Cirebon, hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2020 yang hanya mencatat 88 kejadian.

Jenis bencana yang terjadi pun beragam, mulai dari banjir, rob, tanah longsor, kekeringan, angin kencang, hingga kebakaran. Peningkatan tertinggi terjadi pada bulan Januari, Februari, dan Desember, yang merupakan puncak musim hujan.

Banjir pada Januari 2025 telah merendam 13 kelurahan dan berdampak langsung terhadap lebih dari 58 ribu warga. Dalam kurun waktu tiga bulan pertama tahun ini, tujuh banjir besar melanda beberapa titik di kota. Sebagai respons, Pemkot Cirebon menetapkan status Siaga Darurat sejak 1 November 2024 hingga 31 Mei 2025.

Upaya mitigasi dilakukan baik secara struktural maupun non-struktural. Di sisi struktural, pemerintah melaksanakan normalisasi sungai dan drainase di wilayah rawan seperti muara Sungai Cipadu dan Sungai Cikalong, bekerja sama dengan Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung. Di sisi non-struktural, Pemkot mengedepankan pemberdayaan masyarakat.

“Kita sekarang memiliki 12 Kelurahan Tangguh Bencana yang aktif, serta satu satuan pendidikan aman bencana yang menjadi contoh baik di lingkungan sekolah,” kata Effendi Edo.

Ia menambahkan, papan evakuasi dan titik kumpul darurat kini telah diperluas hingga ke tingkat RW, sebagai bagian dari membangun budaya siaga.

Tiga strategi utama disampaikan sebagai arah kebijakan ke depan. Pertama, memperkuat literasi kebencanaan melalui edukasi dan simulasi di sekolah, puskesmas, dan rumah ibadah. Kedua, meningkatkan sistem deteksi dini serta respons cepat lewat posko siaga bencana di setiap kecamatan. Ketiga, membangun budaya gotong royong sebagai wujud ketangguhan sosial.

“Kesiapsiagaan bukan sekadar alat atau peralatan. Ini soal komitmen, kecepatan bertindak, dan rasa empati terhadap sesama,” ujarnya.

Effendi juga mengapresiasi sinergi lintas sektor, termasuk TNI/Polri, perangkat daerah, komunitas, dan media. Ia secara khusus menyampaikan terima kasih kepada BPBD Provinsi Jawa Barat atas pengakuan terhadap kinerja Kota Cirebon sebagai penyelenggara terbaik Posko Kolaborasi Arus Mudik dan Balik Lebaran 2025 untuk wilayah 3 Ciayumajakuning.

Tenaga Ahli BNPB, Brigjen Pol (Purn) Ary Laksmana Widjaja, yang turut hadir, menilai langkah yang diambil Kota Cirebon sangat strategis dan sesuai dengan tantangan wilayah. Menurutnya, Cirebon merupakan daerah rentan karena kedekatannya dengan laut serta aliran sungai yang berasal dari luar wilayah.

“Perlu kesiapsiagaan dan antisipasi yang serius. Saya mengapresiasi pendekatan pentaheliks yang dilakukan Pemkot Cirebon, melibatkan unsur pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia usaha, dan media. Ini menunjukkan Kota Cirebon siap menghadapi bencana, baik hidrometeorologi basah maupun kering,” ujarnya.

Melalui apel dan gladi kesiapsiagaan ini, Pemkot Cirebon berharap dapat memperkuat solidaritas dan kewaspadaan bersama. Kota Cirebon meneguhkan diri sebagai wilayah yang tidak hanya siap secara fisik, tetapi juga tangguh secara sosial serta peduli terhadap keselamatan seluruh warganya. (Haris)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *