Menelaah Arti Penting Energi Terbarukan di Indonesia

  • Bagikan

Citrust.id – Mengembangkan energi terbarukan di Indonesia menjadi penting dan relevan. Energi fosil yang selama ini digunakan akan habis. Perlu waktu yang sangat lama untuk mengadakannya lagi. Selain itu, penggunaan energi fosil berlebih menimbulkan berbagai dampak, antara lain pemanasan global.

Hal itu menjadi salah satu pembahasan dalam workshop “Menelaah Arti Penting Energi Terbarukan di Indonesia” di Hotel Salak, Kota Bogor, 18-19 Juni 2019.

Workshop tersebut menghadirkan sejumlah pembicara, yakni Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi BPPT, Dr. Mohammad Mustafa Sarinanto, Climate Energy Manager WWF Indonesia, Indra Sari Wardhani, juru bicara Kasepuhan Ciptagelar Yoyo Yogasmana serta wartawan Mongbay sekaligus kreator film Sexy Killer, Tommy Apriando.

Sebagai moderator workshop, yakni Senior Advisor Albright Stonebridge Goup’s East Asia and Pasicific, Ratih Hardjono.

Ratih Hardjono memaparkan, saat ini, kebutuhan energi Indonesia masih menggunakan sumber energi fosil, yakni sebanyak 94 persen. Baru 6,51 persen saja yang menggunakan energi terbarukan. Padahal, pemerintah Indonesia menargetkan 23 persen penggunaan bauran energi terbarukan pada tahun 2025.

Kendati ada 70 proyek pembangkit listrik energi terbarukan telah diinisiasi dalam kesepakatan kontrak jual beli listrik yang belum pernah terjadi pada pemerintah sebelum-sebelumnya, namun guna mencapainya akan tergopoh-gopoh. Belum lagi, tantangan jika ingin mengalihkan semua energi fosilnya ke energi terbarukan.

Memang, lanjut Ratih, potensi energi terbarukan Indonesia sangat besar. Indonesia berpotensi menghasilkan 716, GW, energi dari solar photoboltaic (solar PV), hydropower, bioenergi, geotermal, tenaga gelombang laut, dan angin.

Dikatakan Ratih, masalah geografis, lahan, investasi yang harus dikeluarkan, penguasaan teknologi, pengelolaan di tingkat masyarakat, suku cadang, industri dan bisnisnya adalah beberapa yang harus dipikirkan dan dipastikan keberlanjutannya jika ingin serius beralih ke energi terbarukan.

BACA JUGA:  Puan Maharani Buat Hari Kartini 2022 Lebih Bermakna

Sampai saat ini, porsi bauran energi primer Indonesia masih didominasi oleh bahan bakar fosil. Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia masih sangat tinggi walaupun produksi domestiknya terus menurun. Dari tahun 2017 sampai 2025, penyediaan BBM sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri.

Sebagai negara berkembang, imbuh Ratih, Indonesia juga masih terjebak dalam perjanjian jangka panjang akan bahan bakar fosil dan kondisi arsitektur perekonomian yang masih sangat tergantung dengan bahan bakar fosil.

“Ketidakseimbangan dan ketidakadilan subsidi energi merupakan salah satu beban fiskal yang signifikan bagi pemerintah Indonesia. Pada 2017, Indonesia telah menghabiskan Rp77,3 triliun untuk subsidi energi atau 4,4 persen dari pendapatan negara,” ujarnya. /haris

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *