Memaknai Hijrah Kemerdekaan secara Hakiki

Oleh: Lilis Suryani

Umat Islam di seluruh dunia memperingati tahun baru Hijriyah, yaitu pada 1 Muharran 1442 H yang bertepatan dengan 20 Agustus 2020 M. Menurut riwayat para ulama pakar tarikh, tarikh Islam mula-mula ditetapkan oleh Umar bin Khattab r.a. ketika beliau menjadi khalifah pada tahun 17 H. Beliau menetapkan tanggal 1 H, dilatarbelakangi oleh peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad saw. dari Mekah menuju Madinah.

Peristiwa hijrah Baginda Nabi saw. dari Makkah ke Madinah adalah momentum penting dalam lintasan sejarah perjuangan Islam dan kaum Muslim. Dengan hijrah itulah masyarakat Islam terbentuk untuk pertama kalinya. Lewat pintu hijrah itu pula, Islam sebagai sebuah ideologi dan sistem bisa ditegakkan dalam intitusi negara.

Selain peringatan tahun baru hijriyah, masyarakat Indonesia pun beberapa hari yang lalu telah memperingati Hari Kemerdekaan ke-75 Indonesia. Peringatan kemerdekaan tahun ini tidak sesemarak tahun-tahun sebelumnya, karena bangsa ini tengah dilanda wabah Covid-19. Virus yang merupakan mahluk Allah dengan ukuran yang kecil ini telah mampu merubah tatanan kehidupan bangsa, bahkan seluruh dunia. Pengaruhnya hampir ke semua lini kehidupan. Tak ayal, bangsa ini yang masih belum kokoh dalam berbagai aspek turut terimbas dampaknya.

Pandemi Covid-19 telah membuka mata anak bangsa, bahwa negara ini memang tengah dalam keadaan sakit. Karut marut dalam penanggulangan pandemi serta ancaman resesi ekonomi semakin meyakinkan kita, bahwa negara ini belum mampu berdiri sebagai bangsa yang kuat dan berdaulat.

Peristiwa hijrah dan kemerdekaan ini hendaknya dimaknai secara mendalam oleh anak bangsa serta para punggawa negeri. Hijrah secara bahasa berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke keadaan lain (Lisân al-‘Arab, V/250; Al-Qâmûs al-Muhith, I/637). Menurut Rawas Qal’ah Ji dalam Mu’jam Lughah al-Fuqahâ’, secara tradisi, hijrah bermakna keluar atau berpindah dari satu negeri ke negeri yang lain untuk menetap di situ.

BACA JUGA:  Umar dan Pakaian Lusuh

Fakta saat ini, umat tengah hidup di bawah sistem dan hukum jahiliah tidak bisa dipungkiri. Orang menyebutnya dengan jahiliah modern. Sebabnya, berbagai aspek kehidupan saat ini mirip dengan kehidupan zaman jahiliah dulu sebelum peristiwa hijrah.

Saat ini, ideologi sekular mencengkeram seluruh sendi kehidupan umat dengan segenap turunannya: sistem pemerintahan sekular; sistem politik demokrasi yang menghalalkan segala cara; sistem ekonomi ribawi yang berakar pada sistem kapitalisme neoliberal; sistem sosial yang cenderung longgar; sistem pendidikan yang jauh dari Islam; sistem hukum/peradilan yang lebih banyak berpihak kepada pihak yang kuat; dll. Inilah sistem dan hukum jahiliah modern yang telah mendatangkan berbagai dampak buruk bagi umat secara keseluruhan.

Adapun merdeka, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai tiga arti yaitu: pertama, bermakna bebas (dari penghambaan, penjajahan dan sebagainya), berdiri sendiri. Kedua, bermakna tidak terkena atau bebas dari tuntutan. Ketiga, bermakna tidak terikat tergantung pihak tertentu, leluasa (dapat berbuat sekehendak hati).

Dalam pandangan Islam, merdeka sejatinya adalah bebas untuk bertindak sesuai dengan syariat Islam. Hal ini dapat dipahami karena manusia adalah makhluk yang diberikan otonomi dan kepercayaan sebagai khalifah fil ardh, pemimpin di muka bumi. Namun, bukan berarti bebas sebebas-bebasnya, tetapi kebebasan atau kemerdekaan itu dibatasi dengan hukum-hukum dalam syariat Islam.

Memaknai hijrah dan kemerdekaan hendaknya disikapi dengan pemikiran yang cemerlang. Mengaitkan hubungan keduanya hingga sampai pada kesimpulan yang benar. Peristiwa hijrah tidak lain adalah aplikasi totalitas ketaatan seorang hamba kepada Sang Pencipta. Dengan menyerahkan segala urusan kepada aturan dari yang Mahapengatur. Tidak hanya dalam lingkup individu, melainkan lingkup masyarakat dan bernegara.

Sebagaimana yang dicontohkan Rasulallah dan para khalifah setelahnya, yaitu dengan menjadikan aturan Islam sebagai dasar negara. Ketika ini dilaksanakan, kita lihat betapa bangsa Arab bisa menjadi bangsa yang maju, bahkan menjadi pusat peradaban dunia kala itu.

BACA JUGA:  Abdurahman bin Muljam dan Kita Saat Ini

Itulah pelajaran yang bisa dipetik bangsa ini. Kemerdekaan secara hakiki bisa diraih hanya dengan menerapkan syariat Islam secara total. Bangsa ini akan menjadi bangsa yang maju dan berdaulat, tidak akan lagi disetir para penjajah baik asing maupun aseng. Hijrah sesungguhnya adalah dengan beralih dari sistem buatan manusia kepada sistem buatan yang Mahapencipta. Barulah kemerdekaan sejati akan diraih bangsa ini, bebas dari penghambaan kepada mahluk beralih menjadi penghambaan kepada Allah saja. Wallohua’lam bishowab. (*)

Komentar