Masifnya Pembangunan Industri Ancam Mata Pencaharian Nelayan Cirebon

Cirebontrust.com – Rencana Pemerintah Kabupaten Cirebon yang menggenjot pembangunan industri yang mayoritas lokasinya di wilayah pesisir, tak berbanding lurus dengan semangatnya untuk mensejahterakan masyarakat.

Hal itu terlihat dari kondisi sebagian masyarakat pesisir di wilayah Cirebon timur. Karena lahannya dijadikan lokasi pembangunan industri, mereka akhirnya beralih profesi yang tentunya dari segi penghasilan tak sebanding dengan profesinya sebagai petani garam dan nelayan.

“Sekarang saya alih profesi sebagai tukang las lepas. Dulu saya buruh tambak garam dan juga nelayan pinggiran. Sehari ketika itu saya bisa berpenghasilan Rp 200 – Rp 300 ribu dari hasil mencari ikan dan kerang di pinggir pantai, tapi sekarang sudah tidak bisa,” keluh Sarjum, nelayan Desa Kanci Kulon, Kecamatan Astanajapura‎.

Apalagi, kata dia Kabupaten Cirebon memiliki garis pantai yang sangat panjang, yakni 71 kilometer dengan jumlah nelayan yang terdata sekitar 17 ribu orang, tentunya hal itu adalah potensi yang menjadi kekuatan dan daya tarik Kabupaten Cirebon sebagai daerah kemaritiman terbesar di Jawa Barat.

Jika potensi itu bisa dikembangkan, Kabupaten Cirebon ke depan akan menjadi salah satu daerah tumpuan ketahanan pangan nasional disektor kelautan dan perikanan, juga salah satu daerah pemasok garam untuk kebutuhan nasional.

Akan tetapi, jika perencanaan pembangunanya tidak cermat, maka potensi ‎tersebut akan sirna dan menjadi masalah baru bagi daerah yang dikenal dengan julukan Kota Udang ini. Hal itulah yang harus diperhatikan, karena maju mundurnya suatu daerah ada pada perencanaan.

“Kita tidak bisa menghentikan kebutuhan pembangunan industri, karena Cirebon wilayah yang sangat strtegis. Tetapi kita juga tidak bisa menyingkirkan dan menyisihkan masyarakat nelayan. ‎Pemda harus mempertahankan wilayah-wilayah nelayan, karena ini budaya turun temurun nenek moyang. Nggak bisa dihapuskan dengan industri‎,” ujar R Cakra Suseno, Ketua Komisi 2 DPRD Kabupaten Cirebon, disela Kunker di Desa Mundu Pesisir, Kecamatan Mundu, Selasa (31/10).

BACA JUGA:  Komplotan Pelaku Curat dan Curas Dibekuk Tekab 852 Polres Cirebon

Dalam suatu penataan wilayah, katanya tentunya bukan hanya yang dilihat dari aspek potensi wilayah tersebut, namun juga kesiapan masyarakatnya itu jauh lebih penting.

Karena kenyataan di lapangan saat ini, khususnya di wilayah Cirebon timur yang digadang-gadang sebagai wilayah industri, tampak masyarakatnya tidak siap menghadapi hal tersebut.

Akibatnya, bukannya ikut menikmati dampak positif dari pembangunan industri, malah menjadi korban keadaan, lantaran tak mampu bersaing dalam dunia kerja indusntri, yang tentunya menuntut ketrampilan dan latar belakang pendidikan yang mumpuni.

Selain itu, Pemda harus memastikan pembangunan industri tak mengganggu lahan produktif. Jangan sampai ada lahan produktif dijadikan industri. Pemerintah harus hadir, manakala industri sudah ada, masyarakat harus dibekali ketrampilan untuk meningkatkan daya saing.

Pemerintah harus memastikan mana saja wilayah-wilayah industri yang tidak bersinggungan dengan masyarakat nelayan. Jangan sampai garis pantai yang sangat panjang dimiliki Kabupaten Cirebon ini, tidak ada nelayannya‎.

“Untuk industri yang sudah ada, sudah diatur Perda RTRW di tahun 2011, tapi ditahun ini kita melakukan perubahan, dan kita harus pertahankan. Meskipun Pemda inginkan adanya penambahan kuota. Kita akan lakukan kajian, sudah berapa sih sebenarnya lahan yang sudah digunakan, atau jangan-jangan digunakan semua untuk industri. Karena kenyataan di lapangan masyarakat kita belum siap,” tandas polisiti Gerindra itu. (Riky Sonia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *