Catatan DADANG KUSNANDAR*
ISTILAH koresponden pada mulanya saya kenal saat guru pelajaran keterampilan Bidang Jasa bercerita tentang awal mula sepucuk surat. Saking semangatnya pak guru mengutip sebuah film yang isinya antara lain peran burung merpati mengantarkan sepucuk surat.
Surat itu digigit di ujung paruh burung lalu terbanglah sang merpati ke tujuan. Entah bahasa apa yang digunakan sang tuan dengan sang merpati, hingga merpati tahu persis alamat penerima surat. Setelah disasar ternyata tidak pernah ada kisah seekor merpati menjadi pengantar surat.
Merparti hanya merupakan simbol bahwa komunikasi antarmanusia itu perlu. Untuk memperlihatkan tingkat kebutuhan komunikasi maka dibuatlah kisah merpati pada jaman kerajaan Eropa.
Sejarah surat di dunia berdasarkan data yang ada diperoleh demikian. Pada awalnya, surat berisikan dokumen-dokumen pemerintah yang biasa dikirimkan dari satu tempat ke tempat lain dengan kuda atau pun kereta kuda. Sistem pengiriman pos di dunia dimulai di Mesir sekitar tahun 2000 SM. Di Mesir, di mana pertukaran kebudayaan dengan Babilonia terjadi, pembungkus surat atau amplop bisa berupa kain, kulit binatang, atau beberapa bagian sayuran. Mereka juga membungkus pesan mereka menggunakan lapisan tipis dari tanah liat yang dibakar.
Sedangkan kekaisaran Persia di bawah kekuasaan Cyrus sekitar tahun 600 SM menggunakan sistem pengiriman pesan yang terintegrasi. Pengendara kuda (Chapar) akan berhenti di titik-titik pos tertentu (Chapar-Khaneh). Di sini, pengendara kuda akan mengganti kudanya dengan yang baru untuk mendapatkan kecepatan maksimum dalam pengiriman pesan. Sistem ini disebut dengan angariae.
Ada yang mencatat surat pertama kali di Nusantara berlangsung di Kerajaan Tarumanegara. Artinya jauh sebelum Kompeni masuk ke Nusantara. Yang pasti pengiriman surat dilakukan oleh manusia bukan melalui seekor merpati.
Kemajuan peradaban lah yang memungkinkan proses berkirim surat jauh lebih cepat, melampaui pengiriman yang diantarkan oleh tubuh/ fisik manusia. Sejak email/ surat elektronik ditemukan, berkirim surat hanya butuh waktu beberapa detik. Ini tentu saja menggembirakan karena berhasil mempercepat pekerjaan.
Lantaran kecepatan dan kemudahan berkirim surat (baca: komunikasi) maka setiap orang menyesaki jagat raya dengan surat. Akibatnya, sampah teknologi digital memadati angkasa (jangan-jangan sudah sampai ke Planet Pluto). Kepadatan surat menyurat itu laksana sampah yang bertabrakan satu dengan yang lain.
Surat terdahulu yang dikirim melalui tenaga manusia sudah pasti dibaca dan dibalas. Surat saat ini belum tentu dibaca dengan intens. Cukup judulnya saja kemudian dibagikan ke mana-mana menggunakan jasa kecepatan teknologi digital.
Inilah kiranya salah satu penyebab berhamburannya jutaan hoax di jagat gelombang elektromagnetik. Luber informasi menjadi penanda bahwa semakin banyak informasi yang kita serap, semakin sedikit yang kita pahami. []