Citrust.id – Banjir yang meluas di Kabupaten Cirebon adalah indikasi bahwa lingkungan wilayah pesisir Pantai Utara (Pantura) ini sangat kritis.
Demikian yang disampaikan Wildan Siregar, staf Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat (Jabar) saat menjadi pemateri kaji lingkungan, yang digagas Departemen Lingkungan dan Kesehatan Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Cirebon, Minggu (08/04).
Menurut Wildan, bencana banjir dan lainnya yang terjadi adalah ulah manusia yang tidak menjaga lingkungan, bahkan cenderung merusak. Selain itu, tatanan tata ruang yang tidak becus menjadi faktor utama penyebab ketidakstabilan lingkungan.
Seperti halnya tata kelola sampah di Kecamatan Ciledug, yang hanya ditumpuk dan dibakar. Tentunya hal itu menjadi masalah, udara menjadi kotor, sungai pun tercemar karena ceceran limbah cair dan padat dari sampah tersebut.
“Contoh kasus PLTU 2 Cirebon, yang saat ini kita gugat, karena pembangunannya telah melanggar RTRW Kabupaten Cirebon. Jelas, itu akan membuat kerusakan lingkungan yang sangat besar karena tidak sesuai tata ruang,” terang Wildan dikegiatan diskusi kaji lingkingan yang dimoderatori Riky Sonia.
Sementara, ketua Departemen Lingkungan dan Kesehatan GP Ansor Kabupaten Cirebon, Moh Aan Anwarudin menilai, penrencanaan Pemerintah Kabupaten Cirebon yang “ngotot” menjadikan wilayahnya sebagai zona industri akan memperparah kondisi lingkungan.
Pasalnya, ruang terbuka hijau di Kabupaten Cirebon yang sangat sedikit sekali akan habis oleh pembangunan-pembangunan industri skala besar. Apalagi, masifnya pembangunan akan berbanding lurus dengan kebutuhan material, yang mana galian-galian c akan tumbuh kembang kembali.
“Beber, Sedong, Susukanlebak, Astanajapura dan lainnya akan habis untuk galian c. Dampaknya, bukan hanya lingkungan yang rusak. Tapi juga ekonomi, sosial, budaya masyarakat setempat yang terkena pembangunan industri akan terganggu,” ungkap Aan.
Sebagai langkah antisipasi, Aan pada medio 2015 pernah menyambangi KPK melaporkan dugaan indikasi korupsi terkait proses revisi RTRW. Ketika itu, Aan menilai revisi RTRW adalah “pesanan” para investor, dan langkah itu sedikit berhasil. Pasalnya, hingga saat ini revisi RTRW belum juga disahkan.
Rencananya, kaji lingkungan yang kali pertama ini akan dilaksanakan rutin setiap pekan, dengan narasumber yang berbeda-beda dan kompeten di bidangnya. Tujuannya, untuk menyadarkan masyarakat agar lebih peka dan peduli terhadap lingkungannya. /riky sonia