CIREBON (CT) – Ratusan penggilingan padi di wilayah pantura Cirebon, Jawa Barat dalam beberapa pekan terakhir terpaksa gulung tikar. Sebab, cadangan gabah di pasaran saat ini sulit diperoleh, lantaran musim tanam mengalami keterlambatan. Selain harganya yang tinggi, sebagian mereka terpaksa mengambil pasokan gabah basa dari daerah kudus dan Demak Jawa Tengah, meski harus memakan operasional lebih tinggi.
“Pasokan gabah di sini belum ada, tanam aja belum ada, airnya saja baru ngambil dari bendungan,” papar Jayadi, yang sehari-hari bekerja sebagai penjual gabah.
Jayadi melanjutkan, persediaan gabah di sejumlah penggilingan padi saat ini menipis, bahkan sudah kosong, karena menurunya produksi hasil panen petani, menyusul keterambatan musim tanam. Maklum saja, musim kekeringan berkepanjangan beberapa bulan terakhir, mengakibatkan para petani gagal panen dan secara otomatis membuat masa tanam mundur.
“Biasanya tiap desa kan terus berurutan panennya mulai dari kudus terus ke demak. Dari Indramayu, Karawang ngambilnya dari situ semua. Di Jawa Barat belum ada panen, panennya telat,” paparnya.
Menipisnya produksi gabah ini, Jayadi melanjutkan, praktis mengakibatkan pula stok beras di lumbung pangan ini menurun. Padahal Pada tahun 2015 saja kebutuhan beras di Jawa Barat diperkirakan 6,80 juta ton atau setara dengan 10,8 juta ton gabah kering giling (GKG).
Akibat tidak adanya gabah, lanjut Jayadi, Sekitar tigaratus penggilingan padi atau ricemile, yang berada di pantai utara Cirebon ini nasibnya di ujung tanduk. Sebagian di antaranya hanya dapat bertahan tiga sampai empat hari melakukan penggilingan, dengan sisa pasokan gabah yang dibeli langsung dari para petani di wilayah Jawa Tengah seperti Demak dan Kudus.
Seperti yang dialami penggilingan padi di daerah Kertasura Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon, stok gabah yang akan digiling hanya tersisa beberapa ton saja. Padahal biasanya gudang penggilingan padi ini dipenuhi tumpukan karung berisi gabah basah kiriman para petani, hingga menumpuk di luar halaman. Namun, sejak tujuh bulan terakhr, pasokan gabah dari petani terhenti, pabrik penggilingan padi pun gulung tikar.
saat ini harga gabah basah yang dibeli dari petani di daerah kudus dan demak, mencapai harga di atas Rp 480 ribu hingga Rp 500 ribu per kwintal. Padahal sebelumnya, harga gabah berkisar antara 360 ribu hingga 400 ribu per kwintal.
“Petani harus merogoh modal lumayan ditambah lagi biaya transportasi yang mencapai lebih dari dua juta rupiah. Parahnya lagi, meski harga gabah basah tinggi, namun harga beras di pasaran kini cenderung turun di bawah 11 ribu rupiah,” keluhnya. (CT)