Cirebontrust.com – “Zaman now” dianggap memiliki tantangan untuk masa depan. Anggota Komisi I DPR RI, Dave Laksono mengatakan “zaman now” identik dengan media internet. Namun internet tidak serta merta memberikan dampak positif bagi masyarakat termasuk para pemuda zaman milenial.
“Kita memang memasuki zaman now. Tapi ya kita juga harus mempunyai perisai pilah pilih mana konten yang harus dikonsumsi,” kata Dave usai Seminar Nasional dengan tema ‘Katalog Internet Masa Depan di Hotel Apita, Selasa (14/11).
Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Khaerudin Imawan yang menjadi salah satu pembicara mengulas percepatan perkembangan internet. Menurutnya, internet terbukti telah menjadi salah-satu unsur perubahan paling cepat dalam sejarah peradaban manusia. Sebelum internet, kata dia, transfer pengetahuan ke seluruh dunia berjalan lamban.
“Zaman saya masih SD sangat jarang orang yang mempunyai televisi, sekarang nonton televisi bisa dimana saja. Itu artinya perkembangan teknologi dengan cepat berkembang,” kata Khaerudin.
Khaerudin menambahkan, internet bukan hanya menyajikan kecepatan, tapi juga masalah. Sebagai sebuah saluran yang bebas, internet dapat digunakan untuk apa saja. Google yang sudah dianggap salah satu ‘guru’ menyebabkan pengaksesan informasi menjadi sangat mudah. Menurutnya hal ini mengubah semua, termasuk mengubah kebiasaaan manusia.
“Tidak dapat dipungkiri kemanusiaan kita pun berubah dengan adanya internet. Manusia pasca-modernitas bukan lagi manusia modern atau tradisional seperti dulu. Kita hidup di dunia hiper-realitas.
“Manusia pun kehilangan kemanusiaannya. Interaksi antar manusia terjadi di jaringan internet dan digital. Manusia kehilangan kehangatan kehidupan kemanusiaan. Manusia akan kehilangan sentuhan manusiawinya. Saya katakan ini mendekatkan yang jauh juga menjauhkan yang dekat,” katanya.
Menurutnya semua itu bukan isapan jempol. Benih-benih demikian telah terjadi terutama di kota-kota besar.
“Hampir selama 24 jam hidup manusia dikuasai teknologi. Teknologi telah menjajah manusia, tinggal kita bagaimana menyikapi mau jadi objek atau subjek?” Imbuhnya. (Iskandar)