Ini Analisa Jika Cawalkot Satu Paket PDI Perjuangan

  • Bagikan

Cirebontrust.com – Menanggapi dinamika politik yang terjadi di Kota Cirebon, salah satunya di PDI Perjuangan, Sekretaris Keluarga Besar Putra Putri (KBPP) Polri Resort Cirebon Kota, Wahyudi, mengungkapkan, paket pilkada PDIP jadi opsi yang paling banyak diinginkan internal partai banteng.

Banyak kader dan tokoh potensial yang ditunjang pengalaman, soliditas akar rumput, jejaring yang dimiliki, kekuatan tim, dan kondisi politik di Kota Cirebon dianggap sebagai dasar optimisnya.

Tetapi, kata Wahyudi, optimisme bukanlah mitosisme. Tidak diukur dengan anggapan dan mitos. Optimisme bersifat kalkulatif atas indeks variabel-variabel yang mempengaruhinya.

Sederhananya, untuk memenangkan pilkada Kota Cirebon butuh keunggulan-keunggulan, mulai dari paket calon, soliditas internal partai, militansi kader, logistik, hingga banyaknya partisipasi eksternal untuk ikut menyukeskan sang calon walikota dan wakilnya.

Dijelaskan Wahyudi, paket calon dan soliditas internal partai memiliki peran vital karena keduanya saling menentukan. Paket calon yang dikehendaki internal, akan membentuk soliditas.

Sebaliknya, internal yang solid akan sangat menguatkan pasangan calon. Sedangkan variabel lainnya merupakan produk turunan dari dua variabel tersebut. Dirinya akan menganalisa variabel pertama, yaitu kemungkinan dan potensi paket calon.

Lebih spesifik lagi, tentang siapa yang dianggap paling memiliki sumber daya pengatrol kemenangan bila paket calon satu paket benar-benar diwujudkan.

Wahyudi menganalisa, ada empat nama yang mendaftar dan berpotensi besar lolos serta layak mendapat rekomendasi dari PDIP, yaitu Bamunas (kader PDIP), Edi Suripno (Ketua DPC), Djodjo Sutardjo (birokrat/guru), serta drg. Heru (pensiunan).

Sehingga ada enam kemungkinan paket pasangan yakni Bamunas-Edi, Bamunas -Djodjo, Bamunas –Heru, Edi-Djodjo, Edi-Heru, dan Djodjo – Heru Ia tidak akan lebih jauh dalam menganalisa paket mana yang potensial, dengan segala kekurangan dan kelebihan masing-masing.

BACA JUGA:  Ibu Rumah Tangga Tewas Seketika Tersengat Aliran Listrik

Dirinya lebih tertarik membedah siapa yang memiliki sumber daya pengatrol suara, baik saat dipasangkan sebagai calon walikota atau wakil walikota dengan siapapun paketnya.

“Prediksi saya jatuh kepada Djodjo Sutardjo. Dipasangkan dengan siapapun, birokrat/guru akan mengatrol suara lebih signifikan,” ujarnya.

Analisanya adalah, pertama, untuk bertarung di Pilwalkot Cirebon butuh ketokohan figur bersih dan fresh. Djodjo dianggap memiliki kesiapan untuk itu. Kedua, Djodjo dianggap sosok yang zero enemy di internal PDIP dan senior kader PDIP.

Ketiga, Djodjo memiliki hubungan baik dengan kultural banteng di Kota Cirebon. Keempat, Djodjo memiliki networking ke DPP PDIP. Kelima, Djodjo memiliki hubungan baik dengan lintas organisasi di Kota Cirebon.

Keenam, Djodjo dianggap figur yang tepat untuk mewakili masyarakat wilayah Selatan Kota Cirebon (Harjamukti).

Selain itu, faktor ketujuh yakni Djodjo dianggap memiliki kepedulian yang terjaga di akar rumput di luar kader banteng. Kedelapan, kedekatan Djodjo dengan kalangan pesantren dan basis kultur religius, dan beberapa komunitas yang beragam di Kota Cirebon.

Kesembilan, berbasis guru sekaligus mantan Ketua PGRI Kota Cirebon, Djodjo lebih dari 30 tahun mengabdikan diri di dunia pendidikan.

Poin kedelapan dan kesembilan dianggap paling potensial. Pasalnya, kultur religius terbesar masyarakat Kota Cirebon dan keragaman komunitas lainnya yang bisa dirangkul oleh Djodjo dan solidaritas Guru (10 ribu guru) akan total menyumbangkan suaranya dan akan menjadi irisan suara lain, selain aset pemilih militan PDIP.

Artinya Djodjo sudah memiliki modal elektabilitas 20 persen dari jumlah suara jadi.

Tetapi, imbuh Wahyudi, politik itu dinamis dan sebuah keniscayaan. Bila tak ada keraguan pada diri Djodjo untuk maju dalam Pilwalkot Cirebon, potensi yang dimiliki tentu akan menjadi bahan pertimbangan DPP PDIP.

BACA JUGA:  PT CDPB Ajak Awak Media Test Drive All New Ertiga

“Ini adalah teritori politik, analisa tak mesti sama, tergantung perspektifnya. Apalagi saya membacanya di luar area. Realitasnya juga berubah-ubah. Kepada siapa rekomendasinya? Kita lihat saja,” pungkasnya. (Haris)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *